Aku Berfikir, Maka Aku Ada

Sunday, November 6, 2016

TEORI-TEORI PEMBELAJARAN


TEORI-TEORI PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.  Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya.
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.  Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian pembelajaran?
2.       Bagaimana teori klasik dan modern?
3.       Bagaimana teori behaviorisme dan kognitif?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
2.      Untuk mengetahui teori klasik dan modern
3.      Untuk mengetahui teori behaviorisme dan kognitif



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya, pembelajaran yang dilaksnakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit di kembangkan atau di berdayakan.
Menurut hasil kajian S. Nasution, bahwa hingga saat ini terdapat tiga model pembelajaran yang sering dikacaukan dengan pengertian “mengajar”. Pertama, mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta  didik. Mengajar pada tipe pertama ini dianggap berhasil jika peserta didik menguasai pengetahuan yang ditransferkan oleh guru sebanyak-banyaknya. Kedua, mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada peserta didik. Definisi yang kedua ini  pada intinya sama dengan definisi yang pertama yang menekankan pada guru sebagai pihak yang aktif. Ketiga, mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar.
Definisi mengajar model pertama dan kedua yang banyak digunakan pada sebagian besar masyarakat tradisional. Hasilnya adalah peserta didik yang banyak menguasai bahan pelajaran, namun mereka tidak tahu cara menggunakan dan mengembangkannya. Mereka seperti seorang anak bayi yang diberikan makanan atau minuman oleh orang tuanya, namun ia tidak tahu dari mana asalnya makanan dan minuman tersebut, bagaimana cara membuatnya, dan bagaimana pula cara mendapatkannya. Sementara itu, definisi mengajar model ketiga, kini mulai banyak digunakan, terutama pada lembaga-lembaga pendidikan pada masyarakat modern. Hasilnya adalah peserta didik bukan hanya menguasai bahan pelajaran tersebut, melainkan mereka mengetahui asal usulnya, cara mendapatkan dan mengembangkannya. Di era global yang mengharuskan lahirnya lulusan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan mandiri, model pengajaran yang ketiga itulah yang perlu dilaksanakan. Dengan menerapkan teori yang ketiga, maka yang terjadi bukan hanya mengajar yang menghasilkan penguasaan pengetahuan, melainkan juga pembelajaran yang yang menghasilkan penguasaan terhadap metode pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan seterusnya. Dengan cara demikian, dengan sendirinya akan terjadi kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pada kajian di atas, maka sebenarnya yang diharapkan dari penggunaan istilah pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar.
B.     Teori Klasik (tradisional)
Pembelajaranan klasik (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran. Pembelajaran tradisional merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran berada pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru berperan sebagai orang yang serba bisa dan sebagai sumber belajar.
Sistem pembelajaran tradisional memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan oleh guru. Peran siswa hanya melakukan aktifitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini lebih menitik beratkan upaya atau proses menghabiskan materi pelajaran, sehingga model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru cenderung menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas penerimaan materi siswa kurang mendapatkan perhatian secara serius.[1]
C.    Teori Modern
pembelajaran modern adalah salah satu hasil dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah konsepsi dan cara berpikir belajar manusia. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi tersebut mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok lagi untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh karena itu, munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme sebagai jawaban atas berbagai persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer.
Dalam pembelajaran modern ini telah mengalami pergeseran, yang mulanya berpusat pada guru menjadi berpusatkan pada siswa (Student Centered). Hal ini siswa berfungsi sebagai subjek dalam pembelajaran. Pada pembelajaran modern ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya. Namun, di sini bukan berarti guru hanya pasif dan tidak melakukan apapun. Guru lebih berfungsi membekali kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan para siswanya agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih tearah.[2]


D.    Teori Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
v  Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupakan tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
E.     Teori Kognitif
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Teori perkembangan Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi).
v  Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
a)      Tahap sensorimotorik (umur 0-2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
b)      Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah penggunanaan symbol atau tanda bahasa, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
c)      Tahap operasional konkret (umur 7/8-11/12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d)     Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
v  Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:
a)      Perkembangan kognitif merupakan suatu proses gentik. Yaitu suatu perkembangan yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf
b)      Semakin bertambah umur maka semakin bertambah kompleks susunan syarafnya dan akan meningkat pula kemampuannya. Daya pikir anak  yangb berbeda usia akan berbeda secara kualitatif
c)      Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan yaitu akomidasi dan asimilasi
d)     Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan)
e)      Asimilasi (proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu), Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan  antara asimilasi dan akomodasi)
f)       Seorang anak sudah mempunyai prinsip pengurangan, ketika mempelajri pembagianmaka terjadi prses intrgtasi antara pengurangan  (telah dikuasai) dan pembagian (info baru) inilah asimilasi.
g)      Jika anak diberi soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya anak sudah dapat mengaplikasikan  atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru
h)      Proses penyesuaian antara lingkungan luar dan struktur kognitif yang ada dalam dirinya disebut ekuilibrasi
i)        Proses belajar akan mengikuti tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya.[3]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan  untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan seorang guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya, pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Ø Berikut beberapa Teori dalam pembelajaran :
1)      Teori klasik
Pembelajaran klasik merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran berada pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru berperan sebagai orang yang serba bisa dan sebagai sumber belajar.
2)      Teori Modern
pembelajaran modern adalah salah satu hasil dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah konsepsi dan cara berpikir belajar manusia.
3)      Teori Behaviorisme
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.



4)      Teori Kognitif
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut.






















DAFTAR PUSTAKA

Lestari Dewi, (13 september 2016)  “Teori-teori Belajar dan Pembelajaran”, http://biologi-lestari.blogspot.co.id
Fitrianah Siti (13 september 2016), “Perbedaan Pembelajaran Klasik dan Modern”, http://fitrianahhadi.blogspot.co.id
“Teori Pembelajaran”, (13 september 2016)   http://joegolan.wordpress.co.id



[1] Siti Fitrianah, “Perbedaan Pembelajaran Klasik dan Modern”, http://fitrianahhadi.blogspot.co.id (diakses pada 13 septembar 2016 ).


[2] “Teori Pembelajaran”, http://joegolan.wordpress.co.id (diakses pada 13 septembar 2016 ).

[3] Lestari Dewi, “Teori-teori Belajar dan Pembelajaran”, http://biologi-lestari.blogspot.co.id (diakses pada 13 septembar 2016 ).

0 komentar:

Post a Comment