Aku Berfikir, Maka Aku Ada

Wednesday, November 2, 2016

SYARI'AH, THARIQAH, HAQIQAH DAN MA'RIFAH

     

   BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kajian keilmuan yang mendalami tentang Dhohir batin seseorang adalah ilmu Taswuf. Dalam kajian ilmu ini menrangkan bagaimana kita beribah dengan tepatatau tidak. Pembentukan karakkter seseorang dibentuk dengan kajian ilmu ini juga, kna itu ilmu tasawuf juga disebut dengan ilmu akhlak. Salah satu pakar dalam ilu ini adalah imam al-Ghozali. Beliau sebelum mendalami tasawuf beliu masih terpaku dengan kajian ilmu falsafahnya, namun kajian ilmutasawuf beliau tidak ada yang berkaitan dengan falsafah.
Banyak orang yang ingin menikmati ibadahnya namun tetap saja mereka masih belum puas.  Disinikami akan menjelakan bagaimana cara untuk mendekatkan diri pada Allah sampai mereka tidak kenal, tidak menganggap bahwa dirinya ada yang disebut dengan Ma’rifah. Dalam kajian ilmu tasawuf ini kami akan menjelaskan tentang Syari’at, Thariqah, Haqiqah dan Ma’rifah.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Definisi Syari’ah?
2.      Aapa definisi Thariqah?
3.      Apa definisi Haqiqah?
4.      Apa definisi Ma’rifah?
C.    TUJUAN
1.      Memahami Syari’ah
2.      Memahami Thariqah
3.      Memahami Haqiqah
4.      Memahami Ma’rifah





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Syari’at
فشريعة كسفينة وطريقة # كالبحر ثم حقيقة در غلا
“Artinya :syari’at Ibarat bahtera, thariqat Ibarat samudera,haqiqat Ibarat mutiara[1]
Ungkapan dari syair di atas menjelaskan kedudukan tiga jalan menuju akhirat. Syari’at ibarat kapal, yakni sebagai instrumen mencapai tujuan. Thariqat ibarat lautan, yakni sebagai wadah yang mengantar ke tempat tujuan. Haqiqat ibarat mutiara yang sangat berharga dan banyak manfaatnya, Untuk memperoleh mutiara haikat, manusia harus mengarungi lautan dengan ombak dan gelombang yang dahsyat. Sedangkan untuk mengarungi lautan itu, tidak ada jalan lain kecuali dengan kapal.
Sebagian ulama menerangkan tiga jalan ke akhirat itu ibarat buah pula atau buah kelapa. Syari’at ibarat kulitnya, thariqat isinya dan haqiqat ibarat minyaknya.[2] Pengertiannya ialah, minyak tidak akan diperoleh tanpa memeras isinya dan isi tidak akan diperoleh sebelum menguliti kulit atau sabutnya.
Definisi syariah tersendiri secara etimologi ialah jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Kata syariah berasal dari kata شرع (pedoman). Secara leksikal syari’ah diartikan sebagai jalan menuju penghimpunan airyang akan diminum baik manusia ataupun hewan. Dari ini orang arab menggunakan kata tersebut ketika berjalan menuju jalan yang dijalan tersebut terbendung air yang digunakan untuk sumber kehid.[3]
Sedangkan syariah secara termonologi ialah undang-undang yang dibuat oleh allah yang tegakatas dasar iman dan islam.[4] Agama ditegakkan di atas syari’at, karena syari’at adalah peraturan dan undang-undang yang bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan larangannya jelas dan dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia. Menurut Syaikh al-Hayyiny, syari’at dijalankan berdasarkan taklif (beban dan tanggung jawab) yang dipikul kepada orang yang telah mampu memikul beban atau tanggung jawab (mukallaf). Syariah sebagai ajaran agama yang mencakup iman, islam dan ihsan. Semua orang islam haruslah menjalankan ajaran islam yang mencakup aspek-aspek tersebut. Syariah dalam islam emnuju pada etika sebgaimana allah mengutus nabi Muhammad bukan lain hanyalah untuk menyempurnakan etika.
Syariah dikatakan dikatakan sebagai aspek hkum islam yang berdemensi dzahir baik yang yang fardu, sunnah, mubah, makruh dan haram. Ketentuan tersebut biasanya disebut dengan hukum taklifi.[5]

B.     Tariqat
وَطَرِيْقَةُ اَخْذُبِاَحْوَطِ كَالْوَرَعِ#  وَعَزِيْمَةٍ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتَّلاَ
Adalah thariqat itu suatu sikap hidup
Orang yang teguh pada pegangan yang genap
Ia waspada dalam ibadah yang mantap
Bersikap wara’ berperilaku dan sikap
Dengan riyadhah itulah jalan yang tetap[6]
Secara etimologi thariqat mengambil dari bahasa arab “طريقة " dari fi’il Madi يطرق طرق طرق yang artinya elewati suatu jalan.[7] Para ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat waspada dan berhati-hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan ruksshah (ibadah yang meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan melakukan rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu adalah bersifat wara’.
Secara termonologi thoriqah adalah:
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخذ بعزائمها والبعد عن التسهل فيما لاينبغي التسهل فيه
“Artinya: Thoriqah adalah pengamalan syariah secara serius mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap mempermudah memmang seharusnya tidak diperolehkan.[8]
Dari uraian diatas dapatt kita menyimpulkan bahwa Thareqah merupakan upaya serius dalam melakukan suatu ibadah kepad tuhannya. Contoya dalah kajian ubudiyah, printah untuk melakukan sholat ((واقيموا الصلاة, maka penjelasan shalat secara teknis sudah dijelaskan oleh para ulama didalam berbagai kitab fiqhnya. Kemuadian dari penjelasan fiqh tersebut, terdapat para ahli amali yang menciptakan kesenangan tersendiri untuk melakukan suatu ibadah sholat tersebut. Pengamalan ibadah denga praktis yang bukan hanya bersifat zhohir melainkan juga batin dengan tujuan kenapa diperintahkannya sholat, dan inilah yang disebut dengan Thariqah.
Dalam masalah Thariqah banyak cara yang digunakan, sehingga munvul berbagai aliran-aliran, sebaimana aliran-aliran yang ada dalam kajian ilmu Fiqh. Dan tentunya Thariqah tidak bertentangan dengan syariah, karne dengan Thariqah tersebut orang menginginkan dekat dengan penciptanya serta dapat menemukan jalan menuju Allah dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Syaikhnya atau Mursiydnya.
Thariqah ada juga yang berupa organisasi. Pada awalnya hanya seorang guru mengajarkan teknik-teknik ibadah pada muridnya sampai akhirnya bersumber pada nabi. Sehngga seorang bsa mencapai ketaqwaan. Kemudian dibai’at. Dam merekapun emnggunakan desiplin lmu yang digunkan oleh gurunya.
Seiring perkembangan zaman Thariqah ini bermunculan. Pembuat Thariqah pertama adalah sufi dari iran Abu Abi Sa’id. Beliau menciptakan aturan peribadatan untuk murid-muridnya yang namakan dengan darwis. diIran beliau mendirikan tempat peribadatan untuk murid-muridnya yang dinakan dengan Khanaqah. dan kemudian muncullah berbagai Thariqah-Thariqah yang berkembang keIraq.
Untuk mendapatkan tingkatan Thariqah tersebut kami sudah menjelaskannya didepan, yaitu bersifat Waro’ serta Riyadhoh. Waro’ ialah berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara’ adalah suatu pilihan bagi ahli thariqat. Menurut imam al-Ghozali sendiri waro’ ialah Tingkat yang tertinggi adalah wara’ush shiddiqqin (wara’ orang-orang yang jujur). Yakni menghindari sesuatu walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya hal-hal yang mubah yang terasa syubhat.
Sedangkan riyadhoh tersendir ialah melatih diri. Umpamanya riyadlah mengendalikan keinginan yang mubah, seperti puasa makan, minum, tidur, menahan lapar seperti puasa, sunnat atau meninggalkan hal-hal yang kurang berguna bagi kemantapan dan konsentrasi jiwa kaum sufi.
C.   Haqiqat
وَحَقِيْقَةُ لَوُصُوْلَهُ لِلْمُقْصِدِ# وَمُشَاهَدٌ نُوْرُ التَّجَلِّى بِانْجَلَى
Haqiqat adalah akhir perjalanan mencapai tujuan
Menyaksikan cahaya nan gemerlapan
Dari ma’rifatullah yang penuh harapan
Secara epostimologi Haqiqah ialah nyata, yang benar, yang jelas. Sesuatu akan diketahui hakikatnya ketika telah menunjukkan kepastiannya.
Secara temonologi Haqiqah ialahsampainya seorang sufi yang menempuh jalan (Thariqah) pada tujuannya, yaitu mengenal Allah. Dan menyaksikan cahaya penampakan Allah Yang melekat didalam hatinya dengan menyaksikan kekuasaan dan kebesarannya.[9]  
Untuk menempuh jalan menuju akhirat haqiqat adalah tonggak terakhir. Dalam haqiqat itulah manusia yang mencari dapat menemukan ma’rifatullah. Ia menemukan hakikat yang tajalli dari kebesaran Allah Penguasa langit dan bumi.
Menurut Imam al-Ghazali, Tajalli adalah rahasia Allah berupa cahaya yang mampu membuka seluruh rahasia dan ilmu. Tajalli akan membuka rahasia yang tidak dapat dipandang oleh mata kepala. Mata hati manusia menjadi terang, sehingga dapat memandang dengan jelas semua yang tertutup rapat dari penglihatan lahiriah manusia.
Al-Qusyairi membedakan antara  syariat dan haqiqat sebagai berikut: Haqiqat adalah penyaksian manusia tentang rahasia-rahasia ketuhanan dengan mata hatinya. Syari’at adalah kepastian hukum dalam ubudiyah, sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq[10]. Syariat ditunjukkan dalam bentuk kaifiyah lahiriyah antara manusia dengan Allah  SWT.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, perumpamaan syariat adalah ibarat kepala, thariqat ibarat lautan, dan haqiqat ibarat mutiara.
Seperti pada bunyi syair
من رام درا للسفينة يركب # ومشاهد نور التجلي بانجلي
Barangsiapa yang ingin mendapatkan mutiara di dalam lautan, maka ia harus mengarungi lautan dengan menumpang kapal (ilmu syariat), kemudian ia harus pula menyelam untuk mendapatkan perbendaharaan yang berada di kedalaman laut, yakni bernama mutiara (ilmu haqiqat)”.[11]

Para penuntut ilmu tasawuf tidak akan mencapai kehidupan yang hakiki, kecuali telah menempuh tingkatan hidup ruhani yang tiga tersebut. Menuju kesempurnaan hidup ruhani dan jasmani yang hakiki menuju hidup akhirat yang sempurna, tiga jalan itu hendaklah ditempuh bersama-sama dan bertahap. Tingkatan ini diberikan langsung oleh allah pada hambanya, sebagai kemuliaan bagi mereka yang dnegan ini mereka bisa sampai pada kebajikan serta ketaatan.  Hakqiqah tidak dapat ditempuh selama syariat dan Thariqah masih belum sempuna.

D.    Ma’rifat
Secara epistimologi Ma’rifah berasal dari bahasa arab yaitu معرفة yang artinya sama dengan علم yaitu pengetahuan yang mantap. [12] Namun perbedaannya kalau علم hanya pengetahuan, kalau عرف mengatahui isi hati.
Secar termonologi Ma’rifah ialah mengerti dan memahami nama-nama Allah. Dan sifat-sifatnya dan seantiasa berkoneksi dengannya dalam kondisi apapun baik sirri atau tidak serta kembali kepadanya dalam segala sesuatu dan membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela.[13]
Para ulama tasawuf dan kaum shufiyah menempuh beberapa cara untuk mencapai tingkat tertinggi dalam shufiyah, atau ma’rifatullah. Untuk mencapai ma’rifatullah ini setiap penuntut shufiyah menempuh jalan yang tidak sama. Ma’rifat adalah tingkat telah mencapai thariqat al-haqiqah.
Akan tetapi tidak berarti thariqat menuju ma’rifatullah itu harus secara khusyusiah, lalu menempatkan diri hanya dalma ibdaah batiniyah belaka. Akan tetapi untuk mencapai tingkat thariqat ma’rifatullah itu, para penuntut dapat juga mencapai melalui berguru langsung dengan para syaikh yang mursyid.
Para syaikh yang mursyid, biasanya suka memberi pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat untuk memberikan petunjuk kaifiyah ibadah dan tauhid uluhiyah yang bersih dan uswah hasanah Nabi SAW.
Ma’rifat terukur dengan kaasingan dirinya, apabila dia merasa atau menyadari bahwa wujud dirinya ada secara ril maka diia terhijab dengan allah dan tidak mngkin sampai pada tingkatan tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika sudah tidah meyakini wujud dari dirinya maka dia semakin dekat dengan Allah dan sangat mudah untuk mencapai tingkatan tersebut.
Ada ulama yang berpendapat bahwa:
المعرفة هي شهوده في الحيرة وفنائه في هيبته
“Artinya: Ma’rifah adalah kehadiran seorang hamba dalam ketercengangan (ketidak Sadaran diri), dan sirnanya dalam sifat agungnya Allah.”
Kondisi yang disebutkan oleh ulama tersebut menunjukkan bahwa seorang hamba mengalami kesornaan diri dikernakan keagungan yang dimiliki oleh Allah. Keadaan yang demikian pernah dialami oleh nabi musa yang disebutkan dalam al-Qur’an Surah al-A’raf ayat 143. Namun dalam ayt tersebut timbullah beberapa pendapat par Mufassirin. Ada yang mengatakan bahwa nai Musa milihat keagungan Allah, sedangkan menurt pendapat yang lain mengatakan behwa nabi Musa bukan hanya melihat kebesaran dan keagungannya melainkan juga meliha sinart Allah. Dari berbagai kontradiksi tersebut tetap tidak menyalahi aturan yaitu, Dzat Allah tidak akan terlihat.


BAB III
KESIMPULAN
1.      Definisi syariah tersendiri secara etimologi ialah jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Kata syariah berasal dari kata شرع (pedoman).
Sedangkan syariah secara termonologi ialah undang-undang yang dibuat oleh allah yang tegakatas dasar iman dan islam
2.      Secara etimologi thariqat mengambil dari bahasa arab “طريقة " dari fi’il Madi يطرق طرق طرق yang artinya elewati suatu jalan
Secara termonologi thoriqah adalah:
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخذ بعزائمها والبعد عن التسهل فيما لاينبغي التسهل فيه
“Artinya: Thoriqah adalah pengamalan syariah secara serius mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap mempermudah memmang seharusnya tidak diperolehkan
3.      Secara epostimologi Haqiqah ialah nyata, yang benar, yang jelas. Sesuatu akan diketahui hakikatnya ketika telah menunjukkan kepastiannya.
Secara temonologi Haqiqah ialahsampainya seorang sufi yang menempuh jalan (Thariqah) pada tujuannya, yaitu mengenal Allah. Dan menyaksikan cahaya penampakan Allah Yang melekat didalam hatinya dengan menyaksikan kekuasaan dan kebesarannya. 
4.      Secara epistimologi Ma’rifah berasal dari bahasa arab yaitu معرفة yang artinya sama dengan علم yaitu pengetahuan yang mantap. [14] Namun perbedaannya kalau علم hanya pengetahuan, kalau عرف mengatahui isi hati.
Secar termonologi Ma’rifah ialah mengerti dan memahami nama-nama Allah. Dan sifat-sifatnya dan seantiasa berkoneksi dengannya dalam kondisi apapun baik sirri atau tidak serta kembali kepadanya dalam segala sesuatu dan membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela.




DAFTAR PUSTAKA
1.      Ahmad Syekh Kamsyakhanawi, Jami’il Usul
2.      Dr. H. Tualeka Hamzah Zn., M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011)
3.      Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah)







[1] Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 9
[2] Ibid. halaman 9
[3] Dr. H. Hamzah Tualeka Zn., M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011) halaman 275
[4] Ibid halaman 275
[5] Ibid halaman 280
[6] Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 10
[7] Ibid halaman 280
[8] Ibid halaman 281
[9] Ibid halaman 289
[10] Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 11
[11] Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 11
[12] Syekh Ahmad Kamsyakhanawi, Jami’il Usul. Halaman 229
[13] Dr. H. Hamzah Tualeka Zn., M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011) halaman 292
[14] Syekh Ahmad Kamsyakhanawi, Jami’il Usul. Halaman 229

0 komentar:

Post a Comment