Aku Berfikir, Maka Aku Ada

Wednesday, November 2, 2016

MEMAHAMI MUHKAM DAN MUTASYABIH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Quran ialah kalam Allah yang mengandung Mukjizat di turunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf disampaikan dengan jalan mutawatir membacanya mendapatkan pahala yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas[1] dan dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam Ulumul Quran dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan. Ulumul Quran adalah ilmu yang membahas berbagai keilmuan yang ada dalam al-Quran baik yang menerangkan tentang ‘Am dan Khas, Nasikh Mansukh dan ada juga yang menerangakan tentang ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabbih. dalam masalah Muhkam dan Mutasyabbih banyak perbedaan ulama tentang apakah semua ayat yang terkandung dalam al-Quran semuaya merupakan ayat yang Muhkam atau Mutasyabbih. Karna itu kami akan menjelaskan tentang Muhkam dan Mutasyabbih dengan detail menurut kami, dengan beragai refrensi yang kami dapatkan.
Persoalan yang mendasar dalam pembahasan Muhkam dan Mutasyabih ialah, terlatak pada Q.S. Ali Imran: 7;
هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابهات) ).
Pada ayat inilah terjadi kontroversial sepanjang sejarah[2]. Banyak karya tulis atau kitab-kitab tafsir yang mengulas masalah ini. Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-Naisaburi pernah mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an terhadap muhkam-mutasyabih.
Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan firman Allah:  كتاب أحكمت آياته
Kedua, seluruh ayat Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah :  كتاباً متشابهاً
Ketiga, pendapat yang paling tepat, ayat-ayat Al-Qur’an terbagi dalam dua bagian, yaitu muhkan dan mutasyabih berdasarkan firman Allah:
( هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابهات )[3].

Muhkam Mutasyabih hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek dalam kajian/pemahaman Al-Quran. Bahasa Al-Qur’an ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mutasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Qur’an  terdapat perbedaan-perbedaan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Muhkam dan Mutasyabih?
2.      Faktor adanya ayat yang Muhkam dan Mutasyabih?
3.      Apa pendapat ulama dalam memahami ayat-ayat yang Mutasyabih?
4.      Ada berapa macam-macam ayat-ayat Mutasyabihat?
5.      Apa hikmahnya adanya ayat-ayat Muhkamat?
6.      Apa hikmahnya adanya ayat-ayat Mutasyabihat?
C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Dapat mengetahui definisi dari Muhkam dan Mutasyabih.
2.      Dapat mengetahui faktor adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih.
3.      Dapat membedakan bagaimana sikap para ulama terhadap adanya ayat-ayat Mutasyabih.
4.      Dapat mengetahui macam-macam ayat-ayat Mutasybihat.
5.      Dapat mengetahui hikmah adanya ayat-ayat Muhkamat.
6.      Dapat mengetahui hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Muhkam dan Mutasyabih
Secara etimologis muhkam berasal dari kata hakama yang mempunyai makna mana’a . seperti  حكمت الدبة  “ saya menahan binatang itu dengan Hikmah”. kata Hakama  ini mempunyai arti kendali yang dipasang pada leher, Jika dikatakan أحكمتها artinya جعلت لها حكمه yaitu aku pasang kendali pada binatang itu agar tidak bergerak liar. Dari pengertian inilah lahirlah kata hikmah, karna ia dapat mencegah pemiliknya dari hal-hal yang tidak pantas.[4]
Muhkam berarti suatu yang dikokohkan. Ihkamul al-Kalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita-berita yang benar dari yang salah. jadi, Kalamu Muhkam perkataan yang seperti itu sifatnya, tidak ada perubahan. Dengan pengertian inilah yang menyebabkan timbulnya golongan yang mengatakan bahwa al-Qur’an seluruhnya Muhkam berdasarkan firman Allah Q.S. Hud: 1;
الركتب أحكمت أيته ثم فصلت من لدن حكيم خبير
Artinya: “Alif lam Ra. Inilah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung Hikmah
Dengan demikian, secara al-Ihkam al-‘am atau Muhkam dalam artian umum berarti “Qur’an itu seluruhnya Muhkam” maksudnya al-Qur’an itu kata-katanya kokoh, fasih dan yang membedakan antara yang haq dan yang batil dan antara yang benar dan salah.[5]
Sedangkan secara etimologis, mutasyabih berarti tasyabuh, hakikatnya adalah keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Misalnya dari segi warna dan rasa.Apabila diantara dua hal tidak bisa dibedakan karena adanya kemiripan antara keduanya disebut asy-syubhan.Misalnya tentang buah-buahan di surga (Q.S Baqarah 2: 25)
وأتوا به متشابهات
“artinya: Buah-buahan di surga itu satu sama lain serupa warnanya bukan rasa dan hakikatnya.
”Dikatakan pula mutasyabih adalah mutamatsil (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagai yang lain. Inilah yang menjadi dasar oleh ulama yang mengatakan bahwa semua ayat al-Qur’an adalah Mutasyabih. Dengan pengertian seperti itulah Allah SWT mensifati Al-Qur’an bahwa keseluruhan ayat-ayatnya adalah mutayabihah seperti diterangkan dalam firman-Nya dalam Q.S Az-Zumar 39: 23 yang artinya:
الله نزل أحسن كتابا متسابها مثاني
“ Allah telah menurunkan perkataaan yang paling baik yaitu Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang ulang. . .
Dengan demikian, maka “al-Qur’an itu seluruhnya adalah Mutasyabih”. Maksudnya al-Qur’an selurunya Mutasyabih ialah sebagian kandunganya serupa dengan yang lain baik dalam kesempurnaa dan keindhannya.[6].
Dalam uraian di atas jelas bahwa dalam Al-Qur’an seluruhnya adalah Muhkam dan Mutasyabih. Tidak demikian halnya jika kita menilainya dari terminologis, karena sebagai ayat-ayat Al-Qur’an Muhkamat dan sebagian lagi Mutasyabihat sebagaimana dalam firman Allah SWT Q.S Ali ‘Imran ayat 7:
هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابها                    Artinya: Dia-lah yang Menurunkan Kitab (al-Quran) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat”.
Itulah pokok-pokok Kitab (al-Quran) dan yang lain Mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang Mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (al-Quran), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”[7].
Sedangkan menurut termonologis, para ulama berbeda-beda pendapat dalam member pengertian Muhkam dan Mutasyabih, yakni sebagai berikut:
1.      Pendapat yang dipilih oleh Ahl as-Sunnah yaitu, lafadz Muhkam adalah lafadz yang diketahui makna dan maksudnya, baik karna memang sudah jelas maupun karna di takwilkan. Sedangkan lafadz yang Mutasyabih ialah, lafadz yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli oleh Allah. Manusia tidak ada yang bias mengetahuinya. Contohnya seperti terjadinya hari kiamat,keluarnya Dajjal dan huruf Muqatta’.
2.      Definisi dari Ibnu Abbas. Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-macam. Seperti Surga dan Neraka.
3.      Ayat-ayat Al-Qr’an yang Muhkam adalah ayat yang nasikh dan padanya mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidh dan semua yang wajib diimani dan diamalkan.adapun Mutasyabihat ayat yang padanya terdapat mansukh, dan qasam (sumpah) serta yang wajib diimani tetapi tak wajib di amalkan lantaran tidak tertangkapnya makna yang dimaksud. Definisi ini dinisabatkan kepada Ibnu Abbas.[8]
4.      Ada yang berpendapat  dari golongan as-Safi’iy bahwa ayat yang Muhkam ialah ayat yang tidak perlu ditakwil. Sedangkan ayat yang Mutasyabih ialaah ayat yang untuk memahaminya perlu ditakwil.[9].
Para ulama memberikan contoh ayat-ayat yang Muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Seperti halal dan haram, kewajiban dan larangan serta janji dan ancaman. Contoh:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا [10]
Artinya “ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Sementara ayat-ayat yang Mutasyabih, para ulama memberikan contoh dengan nama-nama Allah dan sifat-sifatnya. Contoh: 
يدالله فوق أيديهم
Artinya: “tangan Allah di atas tangan-tangan mereka”[11].
B.     Faktor adanya ayat yang Muhkam dan Mutasyabih
Adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih dalam al-Qur’an merupakan perdebatan yang sangat menarik. Perdebatan ini dilator belakangi oleh pemahaman para ulama tafsir terhadap Q.S. Hud: 1, Q.S. az-Zumar: 23 dan Q.S. Ali Imran: 7. Disini kami akan mencantumkan beberapa penyebab adanya ayat yang Muhkam dan Mutaasyabih.
Penyebab adanya ayat yang Muhkam, dikarnakan ayat-ayatnya tersusun rapi, urut, sehingga mudah untuk memahaminya serta tidak samar artinya. Sedangkan penyebab adanya ayat Mutasyabih adalah sebagian kandungannya serupa dengan yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya. Karna itu al-Qur’an secara utuh memuat ayat yang Muhkam dan Mutasyabih.
Adanya ayat yang Mutasyabih sekitar ada tiga factor.
1.      Kesamaran dalam lafadz
a)      Kesamaran dalam lafadz mufrad
Lafadz mufrad yang tidak jelas artinya, baik disebabkan oleh lafadz yang gharib, maupun mushtarak. Termasuk huruf al-Muqatta’ah di awal surat. Contoh: Q.S. Saffat: 93
فراغ عليهم ضربا باليمين
Artinya : “lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya/kekuatannya/sesuaidengan sumpahnya
Lafadz اليمين adalah lafadz yang mustharak. Ketiga makna tersebut relevan, makna ketiga (sumpah) dijelaskan oleh Q.S. al-Anbiya’ : 57;
والله لأكيدن أصنامكم بعدأن تولوا مدبرين
Artinya : “demi Allah, sungguh aku akan melakukan rekayasa terhadap berhala-berhala kalian, sesudah kalian pergi meninggalkannya”.
b)      Kesamaran dalam lafadz murakkab
Kesamaran lafadz yang tersusun dalam kalimat tersebut terlalu ringkas atau terlalu luas dan bahkan kurang tertib. Contoh Q.S.an-Nisa’: 3;
وان حفتم الا تقسطوا في اليتمى فنكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع

Seandainya ayat tersebut diperpanjang sedikit dengan menambah lafadz misalnya;

وان حفتم الا تقسطوا في اليتمى لو تزوجتموهن  فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع
Dengan tambahan tersebut akan menjadi lebih jelas, yakni bahwa jika seseorang hawatir tidak berlaku adil terhadap hak-hak istrinya yang yatim, dimana dia harus menjaga status hartanya, maka sebaiknya menukah dengan perempuan yanglain, bukan yatim, karna lebih bebas, sedikit penjagaannya terhadap hak-haknya.[12]

2.      Kesamaran pada makna ayat
Maknanya allah yang tau, seperti suasana dan kondisi hari kiamat, kemikmatan surga, sakitnya siksa neraka. Akal manusia tidak bias menjangkaunya. Kesamaran ini bukan dari lafadznya tapi dari maknanya. Sebagaimana pernyataan Hadist;
مالاعين رأت ولا أّذن سمعت ولا خطر في قلب البشر
3.      Kesamaran pada lafadz dan maknyanya
Lafadz dan makna yang samar sehingga membuat ayat tersebut membutuhkan penakwilan. Contoh Q.S. at-Taubah: 5;
فقتلوا المشركين حيث وجدتموهم
Lafadz disini kesamarannya terletak pada lafadznya yang terlalusingkat dan dari segi maknanya kesamarannya terletak pada batas kuantitas orang-orang musyrik yang harus dibunuh.[13].
C.    Kontradiksi dalam memahami Mutasyabih
Permaslahan yang telah kami sebutkan diawal mengenai ayat-ayat yang Muhkam dan ayat-ayat yang Mutasyabih, ternyata dalam Mutasyabih sendiri masih ada kontadiksi antara ulama. Permasalahn tersebut bermula pada masalah waqaf yang ada pada ayat:
وما يعلم تأويله الاالله والراسحون في العلم يقولون أمنا به
Apakah kedudukan lafadz  والراسحون في العلم dijadikan mubtada’ dan lafadz  يقولون dijadikan khobar, dengan waw dijadikan sebagai huruf isti’naf (permulaan) dan waqaf dilakukan pada lafadz وما يعلم تأويله الاالله? Ataukah wawnya dijadikan ma’tuf sedangkan lafadz يقولون dijadikan hal dan waqafnya terletak pada lafadz والراسحون في العلم?
Menurut pendapat yang pertama, yang diikuti oleh para ulama, diantaranya Ubay bin Ka’ab, ibn Mas’ud, sejumlah sahabat dan tabi’in yaitu, waqafnya terletak pada lafadz وما يعلم تأويله الاالله . goleongan ini menyatakan bahwa dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh allah. Adanya pemahaman ini dikarenakan adanya pemedaan antara tafsir dan ta’wil yang diungkapkan oleh Muqotil. Beliau mengatakan bahwa tafsir adalah bentuk pemahaman para ulama terhadap ayat-ayat yang Mutasybih tersebut. Sedangkan ta’wil adalah bentuk penafsiran yang maknanya hanya diketahui oleh allah.
Pendapat yang kedua mengatakan waqafnya terletak pada lafadz والراسحون في العلم. Pendapat ini dikemukakan oleh golongan yang tidak membedakan antara tafsir dan takwil yang dipelopori oleh Mujahid. Pendapat ini didukung oleh segenap ulama diantaranya ialah, imam Nawawi. Dalam syarah Muslimnya beliau mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling shahih, dikarnakan Allah tidak mungkin menyeru hambanya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui.[14]
D.    Macam-macam ayat Mutasyabihat.
1.      Ayat-ayat yang hanya diketahui oleh allah, seperti datangnya hari kiamat, Dzat Allah, hakiakat sifat-sifatnya dan lain-lain.
2.      Ayat yang diketahui oleh semua orang yang mengkajinya, mendalaminya dengan cara membahasnya, seperti memerinci yang mujmal dan lai-lain.
3.      Ayat yang hanya diketahui oleh para pakar sain, seperti unsure paling kecil dalam bumi.[15]
E.     Hikmah adanya ayat Muhkamat
1.      Menjadi rahmat bagi manusia, khusunya bagi yang kemampuan bahasa arabnya lemah.
2.      Memudahkan bagi manusia mengetahui artinya.
F.     Hikmah adanya ayat Mutasyabihat
1.      Ayat-ayat yangmaknanya hanya diketahui oleh Allah
a)      sebagai rahmat Allah. Allah tidak menyebutkan kapan datangnya hari kiamat didalam al-Qur’an, supaya mereka tetap waspada dan menyiapkan untuk menghadapinya.[16]
b)     Sebagai cobaan, apakah dia akan tetap beriman atu tidak.
c)      Sebagai bukti bahwa Allah maha kuasa dan manusia hanya mahluk ynag lemah yang kemampuannya terbatas.[17]
2.      Ayat-ayat Mutasyabihat yang mungkin diketahui maknanya
a)      Mendorong pada pembaca unruk lebih berusaha memahami yang ia baca.
b)      Memperlihatkan antara orang yang berilmu dan yang tidak mempunyai ilmu.
c)      Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu yang bermacam-macam.[18]
Maha basar Allah yang telah menurunkan Mukjizat terbesar yang disampaikan pada nabi Muhammad yang kemudian dijadikan pedoman utama dalam segala ilmu. Adanya ayat-ayat yang Muhkam merupakan anugrah dari Allah supaya manusia bias mengerti dengan seminimal mungkin. Sedangkan adanya ayat-ayat yang Mutasyabih merupakan anugrah juga bagi orang yang berilmu ketika ayat tersebut bias difahami oleh golongan manusia dan sebagai cobaan jika ayat tersebut hanya Allahlah yang mengetahuinya.


















BAB III
KESIMPULAN

















[1] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, studi al-Qur’an, cetakan 1 (Surabaya: IAIN SA press, 2011), halaman 3-4
[2] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, studi al-Qur’an, cetakan 1 (Surabaya: IAIN SA press, 2011), halaman 236
[3] Maktabah syamilah, al-Itqon fi ‘ulumi al-Qur’a, juz 1 halaman 231
[4] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, studi al-Qur’an, cetakan 1 (Surabaya: IAIN SA press, 2011), halaman 237

[5] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, studi al-Qur’an, cetakan 1 (Surabaya: IAIN SA press, 2011), halaman 238
[6]  Ibid 238-239
[7] Ibid 240-241
[8] Ibid 241-242
[9] Maktabah syamilah, al-Itqon fi ‘ulumi al-Qur’a, juz 1 halaman 231
[10] Al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 275
[11] Al-Qur’an surat al-Fath ayat 10
[12]  Ibid 247
[13]  Ibid 248
[14]  Ibid 249-250
[15]  Ibid 249-251
[16] Drs. H. Ramli Abdul Wahid, M.A. Ulumul Qur’an cetakan pertama (Jakarta: LKIS)
Halaman 112
[17] Drs. H. Ramli Abdul Wahid, M.A. Ulumul Qur’an cetakan pertama (Jakarta: LKIS)
Halaman 112
[18] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, studi al-Qur’an, cetakan 1 (Surabaya: IAIN SA press, 2011), halaman 254

0 komentar:

Post a Comment