BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien).
Agar
aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai
bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para
penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan
bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Oleh
karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan
konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan
tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah
bimbingan dan konseling.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana agama sebagai pegangan
hidup
2.
Apa peran agama dalam bimbingan
dan konseling
3.
Bagaimana ajaran islam yang
berkaitan dengan bimbingan dan konseling
4.
Bagaimana pendekatan islam dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui agama sebagai
pegangan hidup
2.
Untuk mengetahui peran agama dalam
bimbingan dan konseling
3.
Untuk mengetahui ajaran islam yang
berkaitan dengan bimbingan dan konseling
4.
Untuk mengetahui pendekatan islam
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Agama sebagai pegangan hidup
Agama
merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang
dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor
harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai
dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama
yang mereka anut.
Seorang konselor sangatlah penting
untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor
tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan
kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuh kembangkan moral, tingkah
laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga
kepribadian serta sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya
dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan aganmanya.
Landasan religius dalam layanan
bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu :
1. Manusia sebagai makhluk Tuhan
2. Sikap yang mendorong perkembangan
dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah
agama
3. Upaya yang memungkinkan berkembang
dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu
pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan
meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah.[1]
Ditegaskan
pula oleh Moh. Surya bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini
adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern
dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang
dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana
kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa
kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan
yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong
kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual
atau religi.[2]
Agama
(Religion) berasal dari kata Latin “religio”,
berarti “tie-up” dalam bahasa
Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred
Power’. Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem
kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan yang terinstitusionalisasi,
diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam
sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
Dalam
agama terutama agama Islam menempatkan kedudukan manusia pada kedudukan yang
mulia. Manusia di beri jabatan oleh Allah sebagai khalifah di bumi, tentu saja
ia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lain. Ketika manusia
diciptakan, diberi keanugerahan dan dibekali kemampuan. Peristiwa pemberian
kemampuan bawaan ini disebutkan dalam al-Qur’an surat Asy Syams ayat 8 yaitu:
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu(jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
Selanjutnya sering dikaitkan
tafsirnya dengan hadis yang dituturkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul saw.
bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال
النبي صلى الله عليه وسلم :كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه
Dari Abu Hurairah bahwa Rasul saw.
bersabda : Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang
menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari, Muslim,
at-Tirmidzi, Ahmad, Malik).
Jadi
kemampuan bawaan itu merupakan modal dasar yang akan tetap kerdil bila tidak ada
usaha untuk mengembangkannya. Apabila terjadi pengalaman yang terus menerus
maka kemampuan itu akan berkembang dan meluas, sehingga ketika menghadapi
masalah, seseorang tidak akan terlalu sulit untuk mengatasinya. Melalui
pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang
dihadapi klien/siswanya. Karena agama mengatur segala kehidupan manusia,
seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau
dengan kata lain bahagia di dunia dan akherat.
Pandangan
Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri
bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
1.
Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya
merupakan obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang
terdapat dalam diri manusia (rohani)
2.
Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia
dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3.
Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang
menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin.
Bagi seorang
mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab
keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan,
lindungan dan penjagaan-Nya.
Pemahaman
agama di sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan
kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek penting.
Aspek
pertama dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada jiwa atau pembentukan
kepribadian. Siswa diberi kesadaran akan adanya Tuhan, lalu dibiasakan
melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam
hal ini siswa dibimbing agar terbiasa kepada peraturan yang baik, yang sesuai
dengan ajaran agama, seperti yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.
Aspek
kedua dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada pikiran atau pengajaran
agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari
ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul. Pendidikan agama yang
diberikan sejak kecil akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral
dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti
penyakit/ganguan jiwa.[3]
B. Peran Agama dalam Bimbingan dan Konseling
Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan
kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan
terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai
dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan
terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan
pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta
kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua
pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.
Pendidikan agama harus diimulai dari rumah tangga, sejak
si anak masih kecil. Pendidikan tidak hanya berarti memberi pelajaran
agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap
pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman
jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan
kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama.
Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan
membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati
dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi
pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta
tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa dan pembinaan (pembimbingan) kesehatan mental.
Ada
beberapa peran agama jika diterapkan dalam pendidikan, terutama program
penanganan permasalahan peserta didik di sekolah, anatara lain:
1. Dengan agama dapat memberikan
bimbingan dalam hidup.
Ajaran agama dapat memberikan
bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga,
masyarakat atau hubungan kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan
kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai
agamanya banyak maka akan menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak,
sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya
akan jauh dari agama dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.
2. Ajaran agama sebagai penolong dalam
kebahagiaan hidup.
Setiap
orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga apabila tidak berpegang pada
agama, dia akan memiliki perasaan rendah diri, pesimis dan merasakan
kegelisahan. Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak
akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.
3. Aturan agama dapat menentramkan
batin.
Agama
dapat memberikan jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang mengalami gelisah,
banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama selalu mengalami gelisah
dalam hidupnya, tetapi setelah menjalankan perintah agama ia mendapat
ketenangan hati.
4. Ajaran agama sebagai pengendali
moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai
dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh
rasa tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern
dewasa ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya
karena kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama
dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa, sikap, dan kesabaran yang
dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin. Hal ini dapat diatasi bila
manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun kepada Tuhan. Pelaksanaan
agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung diri dari gangguan jiwa dan
dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6. Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam
menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial
(lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman
mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur
yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai
sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan
perkembangan masyarakat.
C. Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan
Konseling
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang
cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para
Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan
juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan
permasalahan (problem solving) yang
berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton.
Selanjutnya
yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah
adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa
jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1.
Konseling
krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat
kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat
adiktif.
2.
Konseling
fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan
pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam
karir, akademik, dan pergaulan social.
3.
Konseling
preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi
dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.
Konseling
developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti
pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan
perkembangan akademik.
Dengan
demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping
relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar
individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat
individu.
Dalam konsep
Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat
disitimewakan. Manusia yang mampu
mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu
pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
D. Pendekatan
Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan
Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan
bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan
seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang
berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai
bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan
dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan
bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi
tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Selalu memiliki Prinsip Landasan dan
Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2.
Memiliki Prinsip
Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3.
Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan
Rasulnya.
4.
Selalu
memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an Al
Karim.
5.
Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari
Kemudian”
6.
Memiliki
Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor
memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling
tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya
pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada
kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement
yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode
pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan
ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan
dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan
konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ)
yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah).
Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee
yang melakukan bimbingan dan konseling.
“Dan hendaklah ada diantara kamu
suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang
benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan.”
(Ali Imran : 104)
Pada ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan
bimbiungan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan
kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah
SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan
(Theologie), manusia disebut “homo
divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam sepanjang
sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib
yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya
(mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh
agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut
mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama
(instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah (tetaplah
atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu,
tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. Itulah agama yang lurus, akan
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ar-Rum : 30)
Pada diri counselee juga ada benih-benih agama,
sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama, dengan demikian
pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) kearah agamaya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan
kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah
psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, di antaranya bimbingan,
konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam
mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi di mana
filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al-Quran dan Al Hadits (Sunnah Rosul).
Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya
membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridlai Allah
SWT.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor
yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Peran Agama dalam Bimbingan dan
Konseling
1. Dengan agama dapat memberikan
bimbingan dalam hidup.
2. Ajaran agama sebagai penolong dalam
kebahagiaan hidup.
3. Aturan agama dapat menentramkan
batin.
4. Ajaran agama sebagai pengendali
moral
5. Agama dapat menjadi terapi jiwa
6. Agama sebagai pembinaan mental
Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan
perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia
yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam
disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek
psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap,
kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja
keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang
telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah.
[1]
Lilik rahman,”Makalah tentang peran agama dalam bimbingan”, http://lilikrahman.blogspot.co.id
(Diakses pada tanggal 29 April 2016)
[2]
Zaelaos,”Makalah tentang peranan agama dalam dan konseling dalam BK”, http://zaelaos.blogspot.co.id (Diakses
pada tanggal 29 April 2016)
[3]
Fahrulwahid,”Makalah tentang peranan Agama”, http://fahrulwahid.blogspot.co.id
(Diakses pada tanggal 29 April 2016)
[4]“Makalah
tentang peranan agama dalam bimbingan konseling”, http://skripsiidealberkualitas.blogspot.co.id
(Diakses pada tanggal 29 April 2016)
0 komentar:
Post a Comment