Aku Berfikir, Maka Aku Ada

Saturday, November 5, 2016

Pendidikan pada Zaman Dinasti Abbasiyah





Pendidikan pada Zaman Dinasti Abbasiyah
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Berbagai ilmu pengetahuan yang berrkembang melalui lembaga pendidikan itu sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan budaya kaum muslimin. Maka dari itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang pendidikan pada zaman dinasti Abbasiyah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.      Apa saja tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah?
3.      Apa saja lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah?
4.      Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah
3.      Untuk mengetahui lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah
4.      Untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw.[1]Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari keturunan yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu Al-abbas Al Saffah yang di dukung oleh seorang panglima yang gagah perkasa, Abu Muslim al- Khurasani serta berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum syiah, oposisi pimpinan al-mukhtar, dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah Marwan II pada tahun 750 M/ 132 H. Dengan demikian, maka berdirilah Dinasti Abbasiyah.[2]
Dibandingkan dengan dinasti islam lainnya, dinastti Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas Assaffah di tahun 750 M sampai dengan Al- Mu’tasim di tahun 1258. Dalam kurun waktu selama lebih dari lima abad tersebut, kepemimpinan dinasti Abbasiyah di pegang oleh lebih dari 37 khalifah. Namun dari 37 orang khalifah Bani Abbas tersebut ada lima khalifah yang paling terkenal, yaitu Abu al- Abbas al- Saffah, Abu Ja’far al- Mansur, al- Mahdi, Harun al- Rasyid, dan al- ma’mun.[3]
B.     Tujuan Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa Nabi, masa khulafaur rasyidin dan bani umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Tujuan keagamaan dan akhlaq
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
2.         Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.[4]
3.         Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan.
4.         Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak  dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.[5]
C.    Lembaga- lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Selain masjid, kuttab, al- badiah, istana, perpustakaan, dan al-bimaristan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada zaman dinasti Abbasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan berupa toko buku, rumah para ulama, sanggar sastra, madrasah, perpustakaan dan observatorium, al-ribath, dan az-zawiah.
1.         Al- Hawanit al- Warraqien ( Toko Buku)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa pada zaman Abbasiyah merupakan puncak kejayaan islam dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya para pengarang, dan lahirnya para pengarang mendorong lahirnya industri perbukuan, dan industri perbukuan mendorong lahirnya toko- toko buku. Di beberapa kota atau negara yang di dalamnya terdapat toko- toko buku, menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.[6]
2.         Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan)
Walaupun sebelumnya ruumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal itu pada umumnya disebebkan karena para ulama dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran dimesjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari padanya. Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy, dan lain-lainnya.[7]
3.         Al- Sholun al- Adabiyah ( Sanggar Sastra)
Al- Sholun al- Adabiyah (sanggar sastra) ini mulai tumbuh sederhana pada masa pemerintah Bani Umayyah, kemudian berkembang pesat pada zaman Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini sejalan dengan kebiasaan khalifah pada zaman islam yang biasanya merencanakan program dalam urusan yang bersifat duniawi, namun meminta fatwa dari segi agama. Dan atas dasar ini, maka diantara syarat yang terpenting dari seorang khalifah adalah memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk berijtihad.
4.         Madrasah
Secara harfiah madrasah berarti tempat belajar. Adapun dalam pengertian yang lazim digunakan, madrasah adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang mengajarkan ilmu agama dan ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan di tempat lainnya.
5.         Perpustakaan dan Observatorium
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang terjadi di zaman Abbasiyah, maka didirikan pula perpustakaan, observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Tempat- tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti yang luas, yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umum dipahami, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa, seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil bekerja, dan penemuan. Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga- lembaga pusat kajian ilmiah. Tempat- tempat belajar yang demikian itu telah tumbuh di zaman khalifah Abbasiyah.[8]
6.         Al- Ribath
Secara harfiah al- ribath berarti ikatan yang mudah dibuka. Sedangkan dalam arti yang umum, al-ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajaran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat berbagai ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru besar), mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid (fasilitator). Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyyah, tsanawiyah, dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah.
7.         Az- zawiah
Az-zawiah secara harfiah berarti sayap atau samping. Sedangkan dalam arti yang umum, az-zawiah adalah tempat yang berada di bagian pinggir masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan wirid, dan zikir untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian, az-zawiah dan al- ribath fungsinya sama, namun dari organisasinya al-ribath lebih khusus dari pada az-zawiah.[9]
D.    Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat study lainnya.
Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain:
1.         Filsafat
Proses penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran. Diantara tokoh yang member andil dalam perkembangan ilmu dan filsafat Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
2.         Ilmu Kedokteran           
Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah, pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina.[10]
3.         Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak.[11]
4.         Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung dengan tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
5.          Sejarah
Pada masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin Ishaq.
6.         Ilmu Bumi (geografi)
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab.
7.         Astronomi
Astronomi adalah ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan dan benda-benda angkasa.
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.[12]
Selain ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan antara lain:
1.         Ilmu Hadist
Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap muslim selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian/ pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya.Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib (w.160 H) dan ibn Al Mubarak (w.181 H).
2.         Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama dalam agama Islam. oleh karena itu semua perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi al Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an dengan aL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil bin Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H).[13]
3.         Ilmu Fiqih
Ilmu fikih dimasa Abbasiyah mengalami perkembangan yang cukup baik, ulama-ulama yang muncul pada saat itu dikenal dengan sebutan dengan “Imam Mazhab”. Karena kekuatan dan kemampuan mereka dalam menyimpulkan hukum-hukum dari berbagai masalah yang ada.
Mazhab-mazhab fikih yang banyak diikuti oleh kaum muslimin di dunia yang muncul pada masa Abbasiyah adalah:
v  Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad.
v  Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul As-Sagir.
v  Imam Syafi’I, karyanya Al-Umm, Al-Isyarah, dan Usul Fiqih.
v  Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir.
4.         Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Diantara ulama ahli tasawuf adalah:
v  Al-Qusyairi, karyanya Risalatul Qusyairiyah.
v  Syihabuddin, karyanya Awariful Ma’arif.
v  Imam Gazali, karyanya Ihya Ulumuddin.
5.         Ilmu Kalam
Perkembangan ilmu kalam terjadi seiring dengan genjarnya serangan orang-orang non-muslim yang ingin menjatuhkan Islam melalui olah fikir filsafat. Dan ulama yang terkenal di bidang ini adalah Hasan Al-Asyari, Washil bin Atha, dan Imam Syafi’i.[14]













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti ini didirikan oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.
Tujuan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah yaitu: tujuan keagamaan dan akhlaq, tujuan kemasyarakatan, cinta akan ilmu pengetahuan, dan tujuan kebendaan.
Lembaga-lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah diantaranya yaitu: Al- Hawanit al- Warraqien ( Toko Buku), Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan), Al- Sholun al- Adabiyah ( Sanggar Sastra), Madrasah, Perpustakaan dan Observatorium, Al- Ribath, dan Az- zawiah.
Ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Adapun ilmu pengetahuan umum yang berkembang pada masa itu antara lain: filsafat, kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi (geografi), dan astronomi. Sedangkan ilmu agama yang juga mengalami perkembangan yaitu : ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu kalam.









DAFTAR PUSTAKA

Abdina (10 Februari 2016). “Pendidikan Islam Masa Abbasiyah”. http://ab-dina.blogspot.co.id .
Nata, Abuddin (2011). Sejarah Pendidikan Islam. cetakan I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Elmisbah (10 Februari 2016). “Sejarah Pendidikan Agama Islam Masa Abbasiyah . http:// elmisbah.wordpress.com.
Sajida (10 Februari 2016). “Sejarah Pendidikan Islam Masa Abbasiyah”. http://sajidadotinggulo.wordpress.com .
(10 Februari 2016). “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah”. http://tile.mwb.im.
Widyadhari, Vania (10 Februari 2016). “Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Abbasiyah”. http://widyadharivania.blogspot.co.id.
 (10 Februari 2016). “Tokoh Ilmuan Muslim pada Masa Abbasiyah. http:// www.shekakau.com.








[1] Abdina, “Pendidikan Islam Masa Abbasiyah”, http://ab-dina.blogspot.co.id (diakses pada 10 Februari 2016).
[2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, cetakan I (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), halaman 147
[3] Ibid, halaman 147-148
[4] Elmisbah, “Sejarah Pendidikan Agama Islam Masa Abbasiyah”, http://elmisbah.wordpress.com  (diakses pada 10 Februari 2016).

[5] Sajida, “Sejarah Pendidikan  Islam Masa Abbasiyah”, http://sajidadotinggulo.wordpress.com  (diakses pada 10 Februari 2016).
[6] Abuddin, Sejarah Pendidikan  halaman 151-152
[7] Sajida, “Sejarah Pendidikan  Islam Masa Abbasiyah”,
[8]Abuddin, Sejarah Pendidikan  halaman 160-161
[9] Ibid, halaman 161-162
[10]Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah”, http://tile.mwb.im  (diakses pada 10 Februari 2016).
[11] Vania Widyadhari, “Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Abbasiyah”, http://widyadharivania.blogspot.co.id  (diakses pada 10 Februari 2016).

[12] Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah
[13] Abdina, “Pendidikan Islam Masa Abbasiyah
[14] Tokoh Ilmuan Muslim pada Masa Abbasiyah”, http://www.shekakau.com  (diakses pada 10 Februari 2016).



0 komentar:

Post a Comment