Pendidikan pada Zaman Dinasti Abbasiyah
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berkembangnya
pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan
Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam
bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad
SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya.
Islam
mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti
Abbasiyah. yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan
Islam dan madrasah-madrasah (sekolah-sekolah) formal serta
universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Berbagai ilmu
pengetahuan yang berrkembang melalui lembaga pendidikan itu sangat dominan pengaruhnya
dalam membentuk pola kehidupan dan budaya kaum muslimin. Maka dari itu, dalam
makalah ini penulis akan membahas tentang pendidikan pada zaman dinasti
Abbasiyah.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Apa
saja tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah?
3. Apa
saja lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah?
4. Bagaimana
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2. Untuk
mengetahui tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah
3. Untuk
mengetahui lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah
4. Untuk
mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah
Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah,
dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw.[1]Dengan
dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari keturunan yang berhubungan
dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu Al-abbas Al Saffah yang di dukung oleh
seorang panglima yang gagah perkasa, Abu Muslim al- Khurasani serta berbagai
kelompok pemberontak, seperti kaum syiah, oposisi pimpinan al-mukhtar, dan
lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah
Marwan II pada tahun 750 M/ 132 H. Dengan demikian, maka berdirilah Dinasti
Abbasiyah.[2]
Dibandingkan dengan dinasti islam lainnya, dinastti
Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas
Assaffah di tahun 750 M sampai dengan Al- Mu’tasim di tahun 1258. Dalam kurun
waktu selama lebih dari lima abad tersebut, kepemimpinan dinasti Abbasiyah di
pegang oleh lebih dari 37 khalifah. Namun dari 37 orang khalifah Bani Abbas
tersebut ada lima khalifah yang paling terkenal, yaitu Abu al- Abbas al-
Saffah, Abu Ja’far al- Mansur, al- Mahdi, Harun al- Rasyid, dan al- ma’mun.[3]
B. Tujuan
Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa Nabi, masa khulafaur rasyidin dan bani
umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan
belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah
tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa
itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Tujuan keagamaan dan akhlaq
Sebagaiman pada masa
sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini
merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan
berakhlak menurut agama.
2.
Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa
itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki
masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang
bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang
maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan
di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu
duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.[4]
3.
Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat
itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu
pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa
memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan
berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk
memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan.
4.
Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka
menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau
memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan
sebagian orang pada masa sekarang ini.[5]
C. Lembaga-
lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Selain
masjid, kuttab, al- badiah, istana, perpustakaan, dan al-bimaristan,
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada zaman dinasti Abbasiyah ini telah
berkembang pula lembaga pendidikan berupa toko buku, rumah para ulama, sanggar
sastra, madrasah, perpustakaan dan observatorium, al-ribath, dan az-zawiah.
1.
Al- Hawanit al- Warraqien ( Toko
Buku)
Sebagaimana telah
dikemukakan di atas, bahwa pada zaman Abbasiyah merupakan puncak kejayaan islam
dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban. Kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya para pengarang, dan lahirnya para
pengarang mendorong lahirnya industri perbukuan, dan industri perbukuan
mendorong lahirnya toko- toko buku. Di beberapa kota atau negara yang di
dalamnya terdapat toko- toko buku, menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut
telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan.[6]
2.
Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu
pengetahuan)
Walaupun
sebelumnya ruumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan
pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu
pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal itu pada
umumnya disebebkan karena para ulama dan ahli yang bersangkutan yang tidak
mungkin memberikan pelajaran dimesjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat
untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari padanya. Diantara rumah ulama terkenal
yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ali Ibnu
Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah
Al-Fatimy, dan lain-lainnya.[7]
3.
Al- Sholun al- Adabiyah ( Sanggar
Sastra)
Al- Sholun al- Adabiyah (sanggar
sastra) ini mulai tumbuh sederhana pada masa pemerintah Bani Umayyah, kemudian
berkembang pesat pada zaman Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut
dari perkumpulan yang ada pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini sejalan dengan
kebiasaan khalifah pada zaman islam yang biasanya merencanakan program dalam
urusan yang bersifat duniawi, namun meminta fatwa dari segi agama. Dan atas
dasar ini, maka diantara syarat yang terpenting dari seorang khalifah adalah
memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk berijtihad.
4.
Madrasah
Secara harfiah madrasah berarti
tempat belajar. Adapun dalam pengertian yang lazim digunakan, madrasah adalah
lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang mengajarkan ilmu agama dan
ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam sejarah, madrasah ini
mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan
yang dilaksanakan di masjid dan di tempat lainnya.
5.
Perpustakaan dan Observatorium
Dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan yang terjadi di zaman Abbasiyah, maka didirikan pula perpustakaan,
observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Tempat-
tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti yang luas,
yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umum
dipahami, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa,
seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil
bekerja, dan penemuan. Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan bukan hanya
di kelas, melainkan di lembaga- lembaga pusat kajian ilmiah. Tempat- tempat
belajar yang demikian itu telah tumbuh di zaman khalifah Abbasiyah.[8]
6.
Al- Ribath
Secara harfiah al- ribath berarti
ikatan yang mudah dibuka. Sedangkan dalam arti yang umum, al-ribath adalah
tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajaran bagi calon sufi. Di
dalam al-ribath tersebut terdapat berbagai ketentuan atau komponen yang terkait
dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru
besar), mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid (fasilitator).
Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyyah,
tsanawiyah, dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa
ijazah.
7.
Az- zawiah
Az-zawiah secara harfiah berarti
sayap atau samping. Sedangkan dalam arti yang umum, az-zawiah adalah tempat
yang berada di bagian pinggir masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan
wirid, dan zikir untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian,
az-zawiah dan al- ribath fungsinya sama, namun dari organisasinya al-ribath
lebih khusus dari pada az-zawiah.[9]
D.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada
Masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik
dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyah telah menyiapkan segalanya
untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah
pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis
munadzarah dan pusat-pusat study lainnya.
Bidang-bidang
ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain:
1.
Filsafat
Proses penerjemahan yang dilakukan
umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar.
Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban
bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba
mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran. Diantara tokoh yang member andil
dalam perkembangan ilmu dan filsafat Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr
al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
2.
Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran merupakan salah
satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani
Abbasiyah, pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga
telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia
kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina.[10]
3.
Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Mereka melakukan
pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk
membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar
berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan, ia
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi
emas atau perak.[11]
4.
Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan
pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini
berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk menentukan waktu yang
tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung dengan tepat, supaya
tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya.
Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi.
5.
Sejarah
Pada masa ini sejarah masih
terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi
Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin
Ishaq.
6.
Ilmu Bumi (geografi)
Ahli ilmu bumi pertama adalah
Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studynya
mengenai bidang kawasan arab.
7.
Astronomi
Astronomi adalah ilmu yang
mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan dan benda-benda angkasa.
Tokoh astronomi Islam pertama
adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang
pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim.
Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah
muhammad bin Musa al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman
al-Sufi.[12]
Selain
ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu
pengetahuan keagamaan antara lain:
1.
Ilmu Hadist
Hadis adalah sumber hukum Islam
yang kedua setelah Al Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap muslim
selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah,
kegiatan pengkodifikasian/ pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai
kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya.Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi
memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn
Sabib (w.160 H) dan ibn Al Mubarak (w.181 H).
2.
Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama dalam
agama Islam. oleh karena itu semua perilaku umat Islam harus berdasarkan
kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di
dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara
penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al
Quran berdasarkan sanad meliputi al Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an dengan
aL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan
mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur
dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil bin Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad
Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan
Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham (w.240 H), Abu
Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H).[13]
3.
Ilmu Fiqih
Ilmu fikih dimasa Abbasiyah
mengalami perkembangan yang cukup baik, ulama-ulama yang muncul pada saat itu
dikenal dengan sebutan dengan “Imam Mazhab”. Karena kekuatan dan kemampuan
mereka dalam menyimpulkan hukum-hukum dari berbagai masalah yang ada.
Mazhab-mazhab fikih yang banyak
diikuti oleh kaum muslimin di dunia yang muncul pada masa Abbasiyah adalah:
v Imam
Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad.
v Imam
Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul As-Sagir.
v Imam
Syafi’I, karyanya Al-Umm, Al-Isyarah, dan Usul Fiqih.
v Imam
Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir.
4.
Ilmu Tasawuf
Ilmu
tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan
dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Diantara ulama ahli tasawuf adalah:
v Al-Qusyairi,
karyanya Risalatul Qusyairiyah.
v Syihabuddin,
karyanya Awariful Ma’arif.
v Imam
Gazali, karyanya Ihya Ulumuddin.
5.
Ilmu Kalam
Perkembangan ilmu kalam terjadi
seiring dengan genjarnya serangan orang-orang non-muslim yang ingin menjatuhkan
Islam melalui olah fikir filsafat. Dan ulama yang terkenal di bidang ini adalah
Hasan Al-Asyari, Washil bin Atha, dan Imam Syafi’i.[14]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan
dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani
Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti ini didirikan
oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.
Tujuan
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah yaitu: tujuan keagamaan dan akhlaq,
tujuan kemasyarakatan, cinta akan ilmu pengetahuan, dan tujuan kebendaan.
Lembaga-lembaga
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah diantaranya yaitu: Al- Hawanit al-
Warraqien ( Toko Buku), Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan), Al-
Sholun al- Adabiyah ( Sanggar Sastra), Madrasah, Perpustakaan dan
Observatorium, Al- Ribath, dan Az- zawiah.
Ilmu
pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Adapun ilmu pengetahuan umum yang berkembang pada masa itu antara lain:
filsafat, kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi (geografi), dan
astronomi. Sedangkan ilmu agama yang juga mengalami perkembangan yaitu : ilmu
hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu kalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata, Abuddin (2011). Sejarah Pendidikan Islam. cetakan I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Elmisbah (10 Februari 2016). “Sejarah Pendidikan Agama Islam Masa
Abbasiyah ”. http:// elmisbah.wordpress.com.
Sajida (10 Februari 2016). “Sejarah Pendidikan Islam Masa
Abbasiyah”. http://sajidadotinggulo.wordpress.com .
(10 Februari 2016). “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa
Dinasti Abbasiyah”. http://tile.mwb.im.
Widyadhari,
Vania (10 Februari 2016). “Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada
Masa Abbasiyah”. http://widyadharivania.blogspot.co.id.
[1]
Abdina, “Pendidikan
Islam Masa Abbasiyah”, http://ab-dina.blogspot.co.id
(diakses
pada 10 Februari 2016).
[2]
Abuddin Nata,
Sejarah
Pendidikan Islam, cetakan
I (Jakarta:
Kencana Prenada Media
Group, 2011),
halaman 147
[4]
Elmisbah, “Sejarah
Pendidikan Agama Islam Masa Abbasiyah”, http://elmisbah.wordpress.com (diakses pada 10 Februari 2016).
[5]
Sajida, “Sejarah Pendidikan Islam Masa Abbasiyah”, http://sajidadotinggulo.wordpress.com (diakses pada 10 Februari 2016).
[10] “Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa
Dinasti Abbasiyah”, http://tile.mwb.im (diakses
pada 10 Februari 2016).
[11]
Vania
Widyadhari, “Perkembangan
Ilmu Pengetahuan pada Masa Abbasiyah”, http://widyadharivania.blogspot.co.id (diakses
pada 10 Februari 2016).
[14]
“Tokoh Ilmuan Muslim pada Masa
Abbasiyah”, http://www.shekakau.com (diakses
pada 10 Februari 2016).
0 komentar:
Post a Comment