Aku Berfikir, Maka Aku Ada

Saturday, October 29, 2016

Filsafat Ilmu


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Filsafat ilmu atau bisa disebut dengan epistimologi . Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seseorang filsuf yang otentik.

Perumusan tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran, yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam masyarakat.
Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu pengetahuan, sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan pemikiran yang filosofis.
Seseorang yang tau berasal dari rasa ingin tahu, suatu kepastian berawal dari rasa keraguan dann filsafat dimulai dari keduanya. Seseorang yang berfilsafat pasti mempunyai dorongan yang kuat untuk mengetahui lebih dalam apa yang sudah ia ketahui dan mencari tahu apa yang masih belum dia ketahui.
Sedangkan ilmu sendiri ialah pelajaran yang selalu kita gemuli dari bangku TK sampai perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita hars berterus terang pada diri kita sendiri; apakah sebenarnya yang kita ketahui? Bagaimana saya bisa tahu kalau ilmu yang saya pelajari adalah benar? Kreteria apa yang kita pakai untuk membenarkan ketentuan secara ilmiyah? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Dari latar belakang inilah kami akan menjelaskan filsafat yang mengkaji tentang ilmiu dan dasar-dasar dari filsafat ilmu itu sendiri.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah pengertian filsafat ilmu?
2.      Pokok-pokok apa sajakah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan ?
C.    Tujuan
1.      Dapat mengetahui definisi antara ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
2.      Mengetahui sumber, hakikat dan tujuan ilmu pengetahuan.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian filsafat ilmu
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh. Filsafat ilmu sendiri ialah merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).[1]
Kalau kita perinci, ilmu itu tidak hanya satu. Secara keseluruhan adakalanya ilmu yang membahas tentang alam semesta dan ada yang membahas tentang social. Namun apakah kedua ilmu ini kita bedakan? Maka jawabannya, secara metodelogis tidak ada perbedaan antara ilmu yang membahas tentang alam semesta dan social. Kalau secara kajian filsafat ilmu alam dan social memang dibedakantapi keduanya mempunyai cirri-ciri keilmuan yang sama.
Sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang definisi filsafat ilmu diatas, yaitu kajian tentang pengetahuan yang tujuannya untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Hakikat ilmu sendiri terbagi menjadi tiga, epistimologi, aksiologi dan ontologi. Salah satu contoh yang epistimologi: bagaimana caranya mendapatkan ilmu? Bagaimana prosedurnya? Apa yang harus diprhatikan untuk mendapatkan kebenaran? Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri? Dll.contoh yang aksioogi: obyek apa yang harus dikaji? Wujud hakiki dari obyek tersebut? Dll. Contoh yang ontology: untuk apa pengetahuan ilmu digunakan? Bagaimana  kaitannya dengan nilai moral? Dll.
Dari sini kita akan menggunakan, memomok, memaksa otak kita untuk berfikir kritis. Dalam kajian filsafat ilmu sendiri untuk mendapatkan kebenaran harus mengetahui hakikat dari ilmu tersebut. Semua ilmu sebenarnya mempunyai ketiga landasan diatas namun perwujudan dari ilmu tersebut yang membedakan dan sejauh mana landasan-landasan tersebut akan berkembang dan terealisasi.
Dengan menerapkan tiga landasan-landasan tersebut dan mengetahui jawaban dari landasan tersebut, kita akan bisa membedakan pelbagai ilmu yang ada disekitar kita. Baik ilmu yang berkaitan dengan alam, sosil, agama, seni dan lain-lainnya. Tanpa kita mengenal ketiga landasan tersebut maka akan adanya kesalah fahaman antara pelbagai ilmu, seperti ilmu dikacaukan dengan seni, ilmu dikontrofersikan dengan agama. Padahal sudah banyak orang yang berusaha meningsari antara ilmu dan agama namun usaha tersebut tetap gagal. Mungkin salah satu factor orang-orang tidak bisa mengintegrasi antara ilmu dan agama dalah tidak yau hakikat dari ilmu tersebut.

B.     Dasar-dasar filsafat ilmu
dasar-dasar filsafat ilmu ada empat:
1.      Penalaran
Penalaran ialah suatu proses berfikir dalam manarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. [2]Manusia adalah satu-stunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Kemampuan menalar yang dimilki manusia mampu mengembangkan pelbagai ilmu terutana ilmu pengetahuan yanag selalu terhipnotis oleh kemajuan zaman. Manusia harus mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, yang baik dan mana yang buruk, mana yang jelek dan yang indah. Untuk membedakan hal tersebut manusia harus mengoperasikan otaknya untuk berfikir yang disebut denga nalar fikir manusia.
Dialam semesta ini yang hidup bukan hanya manusia, tapi juga ada binatang. Ketika kita mendengar nama manusia kemudian kita mendengar binatang, maka kita akan timbul pertanyaan. Apakah pengetahuan itu hanya dimiliki manusia? Ternyata jawabannya tidak. Binatng juga mempunyai pengetahuan walaupun pengetahuannya hnay sebtas untuk kelangsungan hidup. Seperti tikus kecil yang menghindari kucing karna da ancaman besar ketika ia tidak lari. Berbeda dengan manusia yang pengetahuannya tidak hanya sebatas pada kelngsungan hidupnya, adakalanya pengetahuan yang bersifat budaya, seni dan lain-lain.
Pengetahuan ini bisa dikembangkan dengan dua hal.
a)      Manusia mempunyai bahasa yang mampu berkomonikasi informasi dan fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
b)      Kemampuan berfikir dengan alur kerangka berfikir tertentu.
2.      Logika
Logika secara luas dapat didefinisikan seagai pengkajian utuk berfikir secara sahih.[3] Defenisi ini sangat tepat sekali kalau kita contohkan peda seseorang yang mencoba untuk mencari penyebab manusia mabuk. Ada cerita yang menarik dan cocok pada defenisi diatas. Suatu ketika ada seorang yang meneliti apa penyebab manisia itu mabuk, karna itu dia mencampur berbagai minuman-miniman keras. Pertama dia mencampurkan air dengan wiski luar negri stelah ia menghabiskan air tersebut ia langsung tergeletak. Dihari berikutnya ia mencampurkan air dengan TKW dan wiski local sambil mengisap kretek ternyata campuran tersebut juga membuat ia mabuk. Di hari berikutnya dia menmencampurkan air denga tuak setelah ia menghabiskan tegkannya seperti halnya pada hari pertama dan yang kedua ia juga mabuk. Akhirnya ia menyimpilkan bahwa yang menyebabkan ia mabuk adalah air. Secara logika kesimpulan ini dapat kita benarkan melalui pembuktian diatas Namun apakah penelitian dapat kita katakana benar?
Perlu kita ketahui ada bermacam-macam penarikan kesimpulannamun yang sesuai dengan pembahasan kita sekarang ini dalam penarikan kesimpulan hanya ada dua yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif sangat erat hubungannya dengan penarikan lesimpulan dari kasus yang sifatnya individu, nyata dan menjadi kesimpulan secara umum. Sedangkan logika deduktif ialah cara kita menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umumdari kasus yang bersifat individu.
Iduktif merupaka cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang besifat unifersal dari berbagai kasus yang individual. Langkah awal yang harus dilakukan dalam cara ini ialah mengungkapkan pernyataan-pernyataan yang khas kemudian mengungkapkan pernyataan yang bersifat umum.[4] Contohnya, kita mempunyai fakta bahwa ikan mempunyai mulut, sapi mempunyai mulut, ayam juga mempunyai mulut begitu juga kerbau juga mempunyai mulut. Pernyataan ini adalah langkah pertama yang menyebutkan pernyataan dari hal yang bersifat khas pada binatang. Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa semua binatang mempunyai mulut dan inilah pernyataan yang bersifat umum yang ditari dari pernyataan yang khas yang dimiliki oleh binatang dan penarikan kesimpulan dari yang khas ke yang umum disebut dengan logika induktif.
Deduktif merupakan kebalikan dari kerangka berfikir dari penalaran induktif. [5]  deduktif adalah cara menarik kesimpulan dari yang sifatnya fundamental ke individual. Kalu kita contohkan seperti semua makhluk adalah hewan ini pernyataan secara umum yang kemudia ditarik pada pernyataan yang bersifat khusus. Kemudian manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat berfikir, ini adalah pernyataan yang bersifat individual. Kalau kita simpulkan dari hal yan bersifat umum yang kemudian kita tarik kepernyataan yang bersifat individual maka menjadi: manusia adalah hewan yang dapat berfikir. Dari pernyataan yang sifat tertentu tersebut dinamakan dengan logika deduktif dan pola berfikir ini disebut dengan  silogismus. Silogismus sendiri terdiri dari dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Dalam silogismus ada pernyataan yang mendukung yang disebut dengan premis mayor (yang bersifat umum) dan premis minor (yang bersifat khusus).penentu kebenaran dari kesimpulan yang kita ambil dari logika deduktif tergantung dari kedua premis yang mendukung pada logika deduktif tersebut. Seandainya pernyataan dari salah satu premis tersebut dinyatakan salah maka kesimpulan dari logika deduktif juga dapat kita pastikan salah.
Dengan demikian benar salahnya suatu kesimpulan darri logika deduktif ada tiga yaitu’ kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan kebenaran pengambilan kesimpulan.
3.      Sumber pengetahuan
Sumber pengetahuan yang digunakan oleh logika induktif atau logika deduktif yang kebenaranya menggunakan premis-premis bersumber pada pengetahuan yang dianggap benar. Dalam contoh yang telah kami sebutkan dilogika baik logika induktif atau deduktif kesimpulannya merupakan dari hal yang dianggapnya benar. Dari pernyataan ini pasti aka nada pertanyaan yang mendasar buat kita seperti bagaimana cara kita untuk mendapatkan kebenaran? Dan untuk menjawab pertanyaan ini kita mempunyai dua cara untuk mendapatkan suatu kebenaran. Cara yang pertama yaitu, mendasarkan pada rasio dan yang kedua mendasarkan pada pengalaman.[6] Paham rasionalis mengengkan pemahamannya dengan hal yang masuk akal. Golongan ini disebut dengan paham rasionalisme. Sedangkan yang mengembangkan pemahamannya melalui pengalaman disebut dengan paham empirisme.
Dalam faham ini sebenarnya ada permasalahan dalam berfikir untuk mengetahui suatu ide. Ketika A memberikan suatu iede dan menurut si A ide yang diungkapkan dapat memastikan suatu kebenaran, namun menurut si B belum tentu pemikiran si A tersebut dikatan benar bisa saja pemikiran A dan B bertentangan. Dengan adanya sutau perbedaan dari berbagai cara berfikir maka kaum rasio lebih cendrung pada sifat solipsistic (hanya benar dalam kerang pemikiran tertenu ) dan subyektif.
Setelah kita mengenal kaum nasionalisme yang mendahulukan rasio yang abstrak maka kita akan beralih pada kaum empirisme yang mendahulukan pengetahuan melalui pengalaman yang didapatkan melalui fakta-fakta yang kongkrit. Suatu gejala alamiyah menuruy para kaum empirisme adalah hak ynag kongkrit melalui panca indra manusia. Contonya, suatu besi kalau dipanaskan akan bisa dipanjangkan, mendung pertanda akan adanya hujan. Dalam pemahaman empirisme ada juga pertanyaan yaitu tentang hakikat pengalaman. Apakh yang dinamakn dengan pengalaman? Seberapa jauh panca indra menangkap pengalaman melalui panca indra? Ternyata kaum empirisme menjawabnya dengan sangat meyakinkan mengenai hakikat pengalaman.
Dalam mendapatkan pengetahuan bukan hanya dengan menggunkan rasio dan empiris namun ada juga intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahua yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang olehallah yang disampaikan pada tuhan. Pengetahuan ini disampaikan pada para nabi-nabi yang diutusnya. Pengetahuan ini bukan hanya bersifat sekaranng atau sebelunmnya melainkan dari penciptaan manusia sampai ia kembali kepada tuhannya dan ditempakan pada tempat yang pantas buat manusia. Ini merupakan sumber pengetahuan yang didasarkan pada keimanan akan hal-hal yang ghaib.
4.      Criteria kebenaran
Dalam kteteria kebenaran setidaknya ada dua teori. Teori pertama disebut dengan teori koherensi. Teori koherinsi secara sederhana saja kita dapat mengartikannya yaitu, suatu pernyataan bisa dianggap benar jika pernyataan tersebut bersifatkoheren atau konsisten dengan pernyataan sebelum-sebelumnya yang dianggap benar[7]. Contoh, dalam mata pelajaran metemtika jika 4+2=6 jika 5+1=6 dan jika 3+3=6  secera deduktif tiga pernyataan tersebut adalah benar. Dan akan timbul pertanyaan kenapa  pernyataan diatas kita nyatakan benar? Untuk menjawabnya kita dapat menggunakan teori koherensi ini. Sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang telah dianggap benar. Atau kita contohkan dengan bumi. Semua isi bumi akan binasa. Dan sebuah pernyataan yang benar jika hewan adalah salah satu penghuni bumi dan hewan akan binasa. Pernyataan tersebut dapat dianggap benar karna pernyataan yang pertama sesuai atau konsisten dengan pernyataan yang kedua.
Teori yang kedua adalah korespondensi. teori ini akan dianggap benar jika pernyataan yang dikandung tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju. Conto, jika seseorang mengatakan bahwa IAI al-qolam berada diputat lor maka pernyataann tersebut dapat dianggap benar. Sebab pernyataan tersebut bersifat factual. Dan jika ada orang menyatakan bahwa IAI al-qulam ada di ganjaran maka pernyataan tersebut tidak dapat dibenarkan. Karna IAI al-Qolam ternyata ada di Putat lor. Kedua teori untuk cara berfikir ilmiah. Sedangkan cara untuk pembuktian secara empiris dalam pengumpulan fakta-fakta maka menggunakan teori kebenaran yang lain yang disebut dengan teori kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis adalah suatu pernyataan yang diukur dengan kreteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Dalam artian suatu pernyatan dapat dibenarkan jika pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu berguna baagi manusia.[8] Contohnya, dalam praktek belajar mengajar guru butuh program yang dapat mengondusifkan suatu kelas. Seandaimnya dengan program tersebut para murid da[at berkembang maka program tesebut dapat dibenarkan. Teori ini juga digunakan oleh para ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiyah dalam perspektif waktu. Karna itu Suatu penelitian suatu saat akan ada perubahan jika ada penemuan baru dan penemuan baru tersebut dapat dibenarkan


























BAB III
KESIMPULAN
A.      Filsafat ilmu adalah kajian tentang pengetahuan yang tujuannya untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu.
B.       dasar-dasara filsafat ilmu
1.      penalaran
Penalaran ialah suatu proses berfikir dalam manarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan
2.      logika
Logika secara luas dapat didefinisikan seagai pengkajian utuk berfikir secara sahih
3.      sumber pengetahuan
sumber pengetahuan menggunakan logika yang dianggap benar baik logika induktif atau deduktif
4.      kreteria kebenaran
kreteria kebenaran ini mengguakan teori koherensi atau korespondensi. anamun teori ini hanya cara bagaimana berfikit ilmiayah kalau ingin membuktikan secara empiris maka menggunakan teori pragmatis

SARAN
Adapun saran dalam makalah yang kami tulis ini adalah marilah kita lebih memahami tentang perubahan, pergeseran, dan pemertahanan bahasa. Terutama bagi mahasiswa pendidkan bahasa dan sastra indonesia








DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantari s Jujun, filsafat ilmu (Jakarta: pustaka sinar harapan 2001)




[1] Jujun S Suriasumantari, filsafat ilmu (Jakarta: pustaka sinar harapan) cetakan kesebelas, halaman 33
[2] Ibid 42
[3] Ibid 46
[4]  Ibid 48
[5] Ibud 48
[6]  Ibid 50
[7] Ibid 55
[8] Ibid 57759

0 komentar:

Post a Comment