(Dlibâgh; Tanning)
Pengertian [1]
Menyamak
adalah salah satu cara mensucikan benda dari najis, yaitu benda najis yang
berupa kulit bangkai, baik kulit bangkai hewan yang halal dagingnya atau tidak,
kecuali kulit anjing dan babi serta peranakannya. Cara mensucikan dengan
menyamak termasuk mensucikan dengan cara perubahan bentuk (istihâlah),
mirip sucinya arak ketika telah berubah bentuk menjadi cukak dan sucinya
bangkai setelah menjadi belatung.
Hukum dan Dalil
Hukum
menyamak adalah mubâh (diperbolehkan), karena menyamak merupakan media untuk menghilangkan
kotoran dan kuman yang terdapat dalam kulit hewan supaya menjadi suci, sehingga
kulit tersebut bisa dimanfaatkan.
Diantara
dalil yang menjadi pedoman madzhab Syafi'i dalam hal ini ialah dua Hadits
shahih berikut [2]:
إِذَا دُبِغَ
اْلإِهَابُ فَقَدْ طَهُر
َ.)رواه مسلم(
"Ketika kulit bangkai disamak maka akan menjadi suci" (H.R.
Muslim)
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ
فَقَدْ طَهُرَ .)رواه النسائي(
"Kulit hewan apapun yang telah disamak benar-benat telah
suci."(H.R. An-Nasâi)
Kedua Hadits
ini, disamping menunjukkan hukum mubâh menyamak juga menjelaskan bahwa semua
kulit bangkai dapat disamak dan dapat disucikan. Disamping itu, kulit hewan
selain anjing dan babi serta perakannya ketika masih hidup dihukumi suci, dan
kulit tersebut berubah menjadi najis hanya karena hewan tersebut telah menjadi
bangkai, sehingga kulit tersebut semestinya dapat disucikan, tak ubahnya
seperti kulit hewan sembelihan yang terkena najis dapat disucikan kembali [3].
Binatang yang
dihukumi najis ketika hidupnya, seperti anjing dan babi serta peranakannya
dikecualikan dari keumuman redaksi Hadits di atas, sehingga tidak dapat
disucikan dengan disamak. Hal ini berdasarkan pada keterangan sebuah Hadits :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عُكَيْمٍ الْجُهَنِىّ ِt قَالَ أَتَانَا كِتَابُ النَّبِىِّ صلى الله
عليه وسلم وَنَحْنُ بِأَرْضِ جُهَيْنَةَ وَأَنَا غُلاَمٌ شَابٌّ « أَنْ لاَ
تَنْتَفِعُوْا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ وَلاَ عَصَبٍ .(رواه أحمد)
“Dari ‘Abdullah bin ‘Ukaim al-Juhany t, Beliau Berkata ; Telah sampai kepada kita surat dari Nabi e waktu kami masih berada di daerah Juhainah dan saya
masih muda, yang isinya ialah “janganlah kalian semua memanfaatkan kulit dan
otot bangkai”.”(H.R. Ahmad).
Keumuman
Hadits di atas mencakup segala macam kulit bangkai. Dikecualikan dari keumuman
Hadits tersebut, kulit bangkai yang telah disamak, sehingga dapat dimanfatkan.
Pengecualian ini berdasarkan dua Hadits yang telah disebutkan sebelumnya (H.R.
Muslim & H.R. An-Nasâi). Akan tetapi pengecualian ini tidak mengikutkan
kulit anjing dan babi, sehingga masih termasuk dalam keumuman larangan
penggunaan kulit bangkai dalam Hadits di atas. Dan juga, najis anjing dan babi
terletak pada badan binatang tersebut, sehingga tidak dapat disucikan, seperti
darah dan nanah yang tidak dapat disucikan karena benda tersebut memang
merupakan barang najis. Berbeda dengan baju yang terkena najis, dapat disucikan
karena baju tersebut bukan benda najis.
Alasan
berikutnya ialah ; jika keadaan hidup seekor anjing saja tidak menjadikannya
suci, apalagi hanya sekedar menyamak [4].
Tata cara menyamak ialah :
1. Menghilangkan sisa-sisa kotoran yang
menempel pada kulit bangkai, seperti darah dan daging yang masih melekat, dan
seandainya dibiarkan akan membuat kulit tersebut menjadi busuk. Hal ini terus
dilakukan sampai kulit betul-betul bersih dari sisa-sisa kotoran yang masih
melekat, sampai kulit terlihat bersih dan bagus, sehingga jika direndam ke
dalam air, maka tidak akan rusak dan tidak berbau busuk.
2. Mensucikan kulit dengan dibasuh air
yang suci mensucikan. Hal ini dilakukan karena setatus kulit yang telah disamak
telah menjadi mutanajjis, sebab darah dan kotoran yang pernah melekat.
Proses
penyamakan harus mengunakan benda-benda yang mempunyai rasa pahit dan sepat,
baik berupa benda suci atau najis, seperti kotoran burung, daun salam dan lain
sebagainya. Rasulullah r bersabda tentang bangkai kambing milik seorang sahabat
wanita, Maimunah t
:
لَوْ أَخَذْتُمْ
إِهَابَهَا فَقَالُوْا إِنَّهَا مَيِّتَةٌ
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُطَهِّرُهُ
الْمَاءُ وَالْقَرَظُ . )رواه أبو داود والنسا ئي(
"Ambillah kulitnya". Para
sahabat berkata ; "Sesungguhnya kambing itu telah menjadi bangkai".
Beluai bersabda ; "Kulitnya dapat disucikan dengan air dan kulit kayu
qordh". (H.R. Abû Dâwûd & an-Nasâi).
Teks
Hadits di atas memberi kesimpulan, bahwa dalam proses menyamak harus dengan
menggunakan benda-benda yang mempunyai rasa sepat. penyebutan daun akasia atau
daun salam dalam Hadits di atas hanyalah sebagai contoh, sehingga sesuatu yang
mempunyai kesamaan dengannya juga dapat digunakan sebagai alat menyamak [7]. Menurut Habib Muhammad bin Ahmad
as-Syâthiry dalam kitab Syarh Yâqût an-Nafîs, menyamak dapat juga menggunakan
benda-bensa masa kini yang mampu menghasilkan tujuan manyamak (membersihkan
kulit bangkai), termasuk benda-benda yang terbuat dari zat-zat kimia [8]. []
1.
STANDAR
BAHAN YANG BISA UNTUK MENYAMAK
Dalam
literatur fiqh diterangkan bahwa cara menyamak kulit bangkai selain anjing dan
babi adalah menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih terdapat pada kulit bangkai. Disamping itu, cara menghilangkannya dengan menggunakan الْحِرِّيْفُ. Sebatasmana yang dinamakan الْحِرِّيْفُ?
Jawab: Hirrîf adalah setiap sesuatu yang mempunyai rasa pahit dan
sepet baik dari benda suci atau najis seperti kotoran burung, daun salam atau daun
akasia.
Referensi:
&
تحفة المحتاج في شرح المنهاج
الجرء 1 صحـ : 309 مكتبة دار إحياء التراث العرابي
( بِحِرِّيفٍ ) وَهُوَ مَا يَلْذَعُ اللِّسَانَ بِحَرَافَتِهِ كَقَرَظٍ وَشَبٍّ بِالْمُوَحَّدَةِ وَشَثٍّ
بِالْمُثَلَّثَةِ وَذَرْقِ طَيْرٍ لِلْخَبَرِ الْحَسَنِ يُطَهِّرُهَا أَيِ الْمَيْتَةَ
الْمَاءُ وَالْقَرَظُ اهـ
2.
MENYAMAK
DENGAN TERIK MATAHARI
Karena
permintaan tas kulit macan tutul dari kosumen begitu membengkak, para perajin
tas berinisiatif menyamak kulit tutul dengan cara dikeringkan di bawah terik
matahari. Dengan tujuan supaya bisa memasok tas sebanyak-banyaknya. Apakah
dianggap cukup menyamak dengan praktek di atas?
Jawab: Belum cukup,
karena terik matahari tidak mampu menghilangkan kotoran yang nempel pada kulit.
Namun menurut Imam Abu Hanîfah mengeringkan kulit dengan matahari dianggap
cukup.
Referensi:
&
حاشية البجيرمي على الخطيب
الجزء 1 صحـ : 143 مكتبة دار الكتب العلمية
وَلا يَكْفِي التَّجْمِيْدُ بِالتُّرَابِ وَلا بِالشَّمْسِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ مِمَّا لا يَنْزَعُ الْفُضُولَ وَإِنْ جَفَّ الْجِلْدُ وَطَابَتْ
رَائِحَتُهُ ِلأنَّ الْفُضُلاَتِ لَمْ تَزَلْ وَإِنَّمَا جَمَدَتْ بِدَلِيلِ
أَنَّهُ لَوْ نُقِعَ فِي الْمَاءِ عَادَتْ إلَيْهِ الْعُفُونَةُ وَيَصِيرُ
الْمَدْبُوغُ كَثَوْبٍ مُتَنَجِّسٍ لِمُلاقَاتِهِ لِلأَدْوِيَةِ النَّجِسَةِ اهـ
&
ترشيح المستفيدين صحـ : 39
مكتبة الحرمين
وَلَيْسَ لِلنَّارِ وَالشَّمْسِ فِي إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ تَأْثِيْرًا
إِلاَّ عِنْدَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ حَتَّى أَنَّ جِلْدَ الْمَيِّتَةِ إِذَا جِفَّ فِي
الشَّمْسِ طَهُرَ عِنْدَهُ بِلاَ دَبْغٍِ اهـ
3.
PIPA ROKOK
DARI GADING GAJAH
Bagi orang
yang berduit, segala sesuatu yang sulit akan menjadi mudah, apapun yang
diinginkan semuanya akan bisa ia dapatkan. Bahkan, kekuatan dan pengaruh dari
uang dapat menyulap gading gajah menjadi pipa roko’. Bagaimana hukum
menggunakan pipa rokok yang terbuat dari gading gajah?
Jawab: Hukumnya
makruh, jika tulang tersebut
dalam keadaan kering. Namun bila basah, maka haram. Menurut Abu Hanîfah tulang
atau gading gajah hukumnya suci.
Referensi:
&
المجموع الجزء 1 صحـ : 83
مكتبة مطبعة المنيرية
وَسَيَأْتِيْ كَلامُ اْلأَصْحَابِ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى فِي
عَظْمِ الْفِيْلِ أَنَّهُ يُكْرَهُ اسْتِعْمَالُهُ فِي الْيَابِسِ وَلا يَحْرُمُ
وَمِمَّنْ صَرَّحَ فِي عَظْمِ الْفِيْلِ بِكَرَاهَةِ اسْتِعْمَالِهِ فِي
الْيَابِسِ وَتَحْرِيْمِهِ فِي الرَّطْبِ الشَّيْخُ نَصْرٌ فَدَلَّ أَنَّ
مُرَادَهُ هُنَا اسْتِعْمَالُهُ فِي الرَّطْبِ وَأَمَّا قَوْلُ الْعَبْدَرِيِّ لا
يَجُوزُ اسْتِعْمَالُهُ قَبْلَ الدِّبَاغِ فِي الْيَابِسَاتِ عِنْدَنَا وَعِنْدَ
أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ فَغَلَطٌ مِنْهُ وَصَوَابُهُ أَنْ يَقُولَ فِي
الرَّطَبَاتِ اهـ
&
حاشية البجيرمي على الخطيب
الجزء 1 صحـ : 100 مكتبة دار الفكر
( وَعَظْمُ ) الْحَيَوَانَاتِ ( الْمَيِّتَةِ وَشَعْرُهَا )
وَقَرْنُهَا وَظُفْرُهَا وَظِلْفُهَا ( نَجِسٌ ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى { حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ } قَوْلُهُ ( وَقَرْنُهَا ) وَكَذَا سِنُّهَا وَحَافِرُهَا
وَقَدْ يَشْمَلُ جَمِيعَ ذَلِكَ الْعَظْمُ وَحِينَئِذٍ فَيَكُوْنُ مِنْ عَطْفِ
الْجُزْءِ عَلَى كُلِّهِ وَكَذَا لَبَنُهَا وَبَيْضُهَا إنْ لَمْ يَتَصَلَّبْ
وَمِسْكُهَا إنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ لِلْوُقُوْعِ وَقَالَ أَبُوْ حَنِيفَةَ
وَأَحْمَدُ بِطَهَارَةِ الشَّعْرِ وَالصُّوْفِ وَالْوَبَرِ زَادَ أَبُوْ حَنِيفَةَ
فَقَالَ بِطَهَارَةِ الْقَرْنِ وَالسِّنِّ وَالْعَظْمِ وَالرِّيْشِ إذْ لاَ رُوْحَ
فِيهِ وَقَالَ مَالِكٌ بِطَهَارَةِ الشَّعْرِ وَالصُّوْفِ وَالْوَبَرِ مُطْلَقًا
سَوَاءٌ كَانَ يُؤْكَلُ لَحْمُهُ كَالنَّعَمِ أَوْ لاَ يُؤْكَلُ كَالْكَلْبِ
وَالْحِمَارِ اهـ شَعْرَانِيٌّ فِي الْمِيزَانِ اهـ
4.
MENGKONSUMSI
KULIT YANG DISAMAK
Menyamak
adalah salah satu cara yang ditawarkan syariat untuk mensucikan kulit bangkai,
baik kulit bangkai hewan yang halal dagingnya ataupun yang tidak, kecuali kulit
anjing dan babi serta peranakannya. Apakah diperbolehkan mengkonsumsi kulit
yang sudah disamak?
Jawab: Ada tiga pendapat ulama'
dalam hal ini:
@
Pertama, pendapat yang kuat ( الأصح ),
haram mengkonsumsinya.
@
Kedua, mutlak boleh memakannya.
@
Ketiga, diperinci; jika hewan
tersebut berasal dari hewan yang halal dimakan, maka boleh mengkonsumsinya.
Jika bukan, maka haram.
Referensi:
&
المجموع الجزء 9 صحـ : 41
مكتبة مطبعة المنيرية
جِلْدُ الْمَيْتَةِ الْمَدْبُوغُ فِي أَكْلِهِ ثَلاثَةُ أَقْوَالٍ
أَوْ أَوْجُهٍ سَبَقَتْ فِي بَابِ اْلآنِيَةِ أَصَحُّهَا أَنَّهُ حَرَامٌ
وَالثَّانِيْ حَلالٌ وَالثَّالِثُ إنْ كَانَ جِلْدَ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ فَحَلالٌ
وَإِلاَّ فَلاَ اهـ
&
المجموع الجزء 1 صحـ : 284
مكتبة مطبعة المنيرية
قَالَ الْمُصَنِّفُ رحمه الله تعالى وَهَلْ يَجُوْزُ أَكْلُهُ
يُنْظَرُ فَإِنْ كَانَ مِنْ حَيَوَانٍ يُؤْكَلُ فَفِيْهِ قَوْلاَنِ قَالَ فِي
الْقَدِيْمِ لا يُؤْكَلُ لِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم { إنَّمَا حَرُمَ مِنْ
الْمَيْتَةِ أَكْلُهَا } وَقَالَ فِي الْجَدِيْدِ يُؤْكَلُ ِلأنَّهُ جِلْدٌ
طَاهِرٌ مِنْ حَيَوَانٍ مَأْكُوْلٍ فَأَشْبَهَ جِلْدَ الْمُذَكَّى وَإِنْ كَانَ
مِنْ حَيَوَانٍ لا يُؤْكَلُ لَمْ يَحِلَّ أَكْلُهُ ِلأنَّ الدِّبَاغَ لَيْسَ
بِأَقْوَى مِنْ الذَّكَاةِ وَالذَّكَاةُ لا تُبِيْحُ مَا لاَ يُؤْكَلُ لَحْمُهُ فَلَأَنْ
لاَ يُبِيْحَهُ الدِّبَاغُ أَوْلَى وَحَكَى شَيْخُنَا أَبُو حَاتِمٍ الْقَزْوَينِْيُّ
عَنْ الْقَاضِي أَبِي الْقَاسِمِ بْنِ كج أَنَّهُ حَكَى وَجْهًا آخَرَ أَنَّهُ
يَحِلُّ ِلأَنَّ الدِّبَاغَ عَمِلَ فِي تَطْهِيرِهِ كَمَا عَمِلَ فِي تَطْهِيرِ
مَا يُؤْكَلُ فَعَمِلَ فِي إبَاحَتِهِ بِخِلافِ الذَّكَاةِ اهـ
5.
KULIT YANG TERKELUPAS
DARI HEWAN HIDUP
Dalam dunia
peternakan hewan liar, sering kali terjadi perkelaihan antara hewan satu dengan
yang lain. Sehinggga terkadang menyebabkan terkelupasnya kulit, bahkan fatalnya
sampai titik kematian. Apakah kulit hewan yang terpisah dari hewan yang masih
hidup bisa disamak seperti halnya kulit bangkai?
Jawab: Ya, bisa disamak.
Referensi:
&
حاشية البجيرمي على الخطيب
الجزء 1 صحـ : 99 مكتبة دار الفكر
قَوْلُهُ ( الْمَيِّتَةِ ) أَيْ وَكَذَا جُلُودُ الْحَيِّ الَّذِيْ
يَنْجُسُ بِالْمَوْتِ وَإِنَّمَا قَيَّدَ بِالْمَيِّتَةِ لِلْغَالِبِ فَلَوْ
سُلِخَ جِلْدُهُ مَعَ حَيَاتِهِ طَهُرَ أَيْضًا بِالدِّبَاغِ اهـ م د
6.
HUKUM BULU
YANG TERSISA SETELAH DISAMAK
Para perajin, umumnya bervariasi dalam menyamak kulit hewan
agar menghasilkan motif dan corak yang menarik konsumen. Salah satunya dengan
cara menyamak kulit yang bulu-bulunya masih utuh tanpa dihilangkan supaya
terkesan hidup. Bagaimana setatus bulu-bulu yang tersisa di kulit yang sudah disamak?
Jawab: Hukumnya di-ma’fû jika bulu yang tersisa tersebut
sedikit. Namun bila masih banyak maka hukumnya najis. Menurut Imam Syubki
hukumnya suci walaupun bulunya banyak.
Referensi:
&
حاشية البجيرمي على الخطيب
الجزء 1 صحـ : 100 مكتبة دار الفكر
وَخَرَجَ بِالْجِلْدِ الشَّعْرُ لِعَدَمِ تَأَثُّرِهِ بِالدَّبْغِ
قَالَ النَّوَوِيُّ وَيُعْفَى عَنْ قَلِيلِهِ قَوْلُهُ ( وَيُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ
) فَهُوَ نَجِسٌ مَعْفُوٌّ عَنْهُ خِلافًا لِمَنْ قَالَ طَاهِرٌ تَبَعًا
لِلْجِلْدِ كَدَنِّ الْخَمْرِ لِلْفَرْقِ فَإِنَّ الْقَوْلَ بِطَهَارَةِ دَنِّ
الْخَمْرَةِ لِلضَّرُورَةِ إذْ لَوْلاَ الْحُكْمُ بِطَهَارَتِهِ لَمْ يُوجَدْ
طَهَارَةُ خَلٍّ أَصْلاً عَنْ خَمْرٍ وَلا ضَرُورَةَ إلَى طَهَارَةِ الشَّعْرِ ِلإِمْكَانِ
إزَالَتِهِ وَِلأنَّهُ يُنْتَفَعُ بِالْجِلْدِ لاَ مِنْ جِهَةِ الشَّعْرِ أَمَّا
الْكَثِيرُ فَلاَ يُعْفَى عَنْهُ أَصْلاً عَلَى الْمُعْتَمَدِ وَاخْتَارَ السُّبْكِيُّ
تَبَعًا لِلنَّصِّ وَجَمْعٌ مِنَ اْلأَصْحَابِ طَهَارَةَ الشَّعْرِ وَإِنْ كَثُرَ
وَقَالَ هَذَا لاَ شَكَّ فِيهِ عِنْدِيْ وَهَذَا الَّذِيْ أَعْتَقِدُهُ وَأُفْتَي
بِهِ اهـ سم وَبِهِ قَالَ الأَمَامُ أَبُوْ حَنِيفَةَ اهـ
b
0 komentar:
Post a Comment