A.
LATAR BELAKANG
Kajian keilmuan yang mendalami tentang
Dhohir batin seseorang adalah ilmu Taswuf. Dalam kajian ilmu ini menrangkan
bagaimana kita beribah dengan tepatatau tidak. Pembentukan karakkter seseorang
dibentuk dengan kajian ilmu ini juga, kna itu ilmu tasawuf juga disebut dengan
ilmu akhlak. Salah satu pakar dalam ilu ini adalah imam al-Ghozali. Beliau
sebelum mendalami tasawuf beliu masih terpaku dengan kajian ilmu falsafahnya,
namun kajian ilmutasawuf beliau tidak ada yang berkaitan dengan falsafah.
Banyak orang yang ingin menikmati ibadahnya namun
tetap saja mereka masih belum puas. Disinikami
akan menjelakan bagaimana cara untuk mendekatkan diri pada Allah sampai mereka
tidak kenal, tidak menganggap bahwa dirinya ada yang disebut dengan Ma’rifah.
Dalam kajian ilmu tasawuf ini kami akan menjelaskan tentang Syari’at, Thariqah,
Haqiqah dan Ma’rifah.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Definisi Syari’ah?
2.
Aapa definisi Thariqah?
3.
Apa definisi Haqiqah?
4.
Apa definisi Ma’rifah?
C.
TUJUAN
1.
Memahami Syari’ah
2.
Memahami Thariqah
3.
Memahami Haqiqah
4.
Memahami Ma’rifah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syari’at
فشريعة كسفينة وطريقة # كالبحر ثم حقيقة در غلا
Ungkapan dari syair di
atas menjelaskan kedudukan tiga jalan menuju akhirat. Syari’at ibarat kapal,
yakni sebagai instrumen mencapai tujuan. Thariqat ibarat lautan, yakni sebagai
wadah yang mengantar ke tempat tujuan. Haqiqat ibarat mutiara yang sangat
berharga dan banyak manfaatnya, Untuk memperoleh mutiara haikat, manusia harus
mengarungi lautan dengan ombak dan gelombang yang dahsyat. Sedangkan untuk
mengarungi lautan itu, tidak ada jalan lain kecuali dengan kapal.
Sebagian ulama menerangkan
tiga jalan ke akhirat itu ibarat buah pula atau buah kelapa. Syari’at ibarat
kulitnya, thariqat isinya dan haqiqat ibarat minyaknya.[2]
Pengertiannya ialah, minyak tidak akan diperoleh tanpa memeras isinya dan isi
tidak akan diperoleh sebelum menguliti kulit atau sabutnya.
Definisi syariah tersendiri secara etimologi
ialah jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Kata syariah
berasal dari kata شرع (pedoman). Secara
leksikal syari’ah diartikan sebagai jalan menuju penghimpunan airyang akan
diminum baik manusia ataupun hewan. Dari ini orang arab menggunakan kata
tersebut ketika berjalan menuju jalan yang dijalan tersebut terbendung air yang
digunakan untuk sumber kehid.[3]
Sedangkan syariah secara termonologi ialah
undang-undang yang dibuat oleh allah yang tegakatas dasar iman dan islam.[4]
Agama ditegakkan di atas syari’at, karena syari’at adalah peraturan dan
undang-undang yang bersumber kepada wahyu Allah. Perintah dan larangannya jelas
dan dijalankan untuk kesejahteraan seluruh manusia. Menurut Syaikh
al-Hayyiny, syari’at dijalankan
berdasarkan taklif (beban dan tanggung jawab) yang dipikul
kepada orang yang telah mampu memikul beban atau tanggung jawab (mukallaf). Syariah sebagai
ajaran agama yang mencakup iman, islam dan ihsan. Semua orang islam haruslah
menjalankan ajaran islam yang mencakup aspek-aspek tersebut. Syariah dalam
islam emnuju pada etika sebgaimana allah mengutus nabi Muhammad bukan lain
hanyalah untuk menyempurnakan etika.
Syariah dikatakan
dikatakan sebagai aspek hkum islam yang berdemensi dzahir baik yang yang fardu,
sunnah, mubah, makruh dan haram. Ketentuan tersebut biasanya disebut dengan
hukum taklifi.[5]
B. Tariqat
وَطَرِيْقَةُ اَخْذُبِاَحْوَطِ كَالْوَرَعِ# وَعَزِيْمَةٍ كَرِيَاضَةٍ
مُتَبَتَّلاَ
Adalah thariqat itu suatu
sikap hidup
Orang yang teguh pada
pegangan yang genap
Ia waspada dalam ibadah
yang mantap
Bersikap wara’ berperilaku
dan sikap
Dengan riyadhah itulah
jalan yang tetap[6]
Secara etimologi thariqat mengambil dari bahasa
arab “طريقة "
dari fi’il Madi يطرق طرق طرق yang artinya elewati
suatu jalan.[7]
Para ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat
waspada dan berhati-hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja
melakukan ruksshah (ibadah yang meringankan) dalam menjalankan
macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan melakukan rukhshah, akan tetapi
sangat berhati-hati melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu
adalah bersifat wara’.
Secara termonologi thoriqah adalah:
الطريقة
هي العمل بالشريعة والاخذ بعزائمها والبعد عن التسهل فيما لاينبغي التسهل فيه
“Artinya: Thoriqah adalah pengamalan syariah
secara serius mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap
mempermudah memmang seharusnya tidak diperolehkan.[8]
Dari uraian diatas dapatt kita menyimpulkan
bahwa Thareqah merupakan upaya serius dalam melakukan suatu ibadah kepad
tuhannya. Contoya dalah kajian ubudiyah, printah untuk melakukan sholat ((واقيموا الصلاة, maka penjelasan shalat secara teknis
sudah dijelaskan oleh para ulama didalam berbagai kitab fiqhnya. Kemuadian dari
penjelasan fiqh tersebut, terdapat para ahli amali yang menciptakan kesenangan
tersendiri untuk melakukan suatu ibadah sholat tersebut. Pengamalan ibadah
denga praktis yang bukan hanya bersifat zhohir melainkan juga batin dengan
tujuan kenapa diperintahkannya sholat, dan inilah yang disebut dengan Thariqah.
Dalam masalah Thariqah banyak cara yang
digunakan, sehingga munvul berbagai aliran-aliran, sebaimana aliran-aliran yang
ada dalam kajian ilmu Fiqh. Dan tentunya Thariqah tidak bertentangan dengan
syariah, karne dengan Thariqah tersebut orang menginginkan dekat dengan
penciptanya serta dapat menemukan jalan menuju Allah dengan prosedur yang telah
ditentukan oleh Syaikhnya atau Mursiydnya.
Thariqah ada juga yang berupa organisasi. Pada
awalnya hanya seorang guru mengajarkan teknik-teknik ibadah pada muridnya
sampai akhirnya bersumber pada nabi. Sehngga seorang bsa mencapai ketaqwaan.
Kemudian dibai’at. Dam merekapun emnggunakan desiplin lmu yang digunkan oleh
gurunya.
Seiring perkembangan zaman Thariqah ini
bermunculan. Pembuat Thariqah pertama adalah sufi dari iran Abu Abi Sa’id.
Beliau menciptakan aturan peribadatan untuk murid-muridnya yang namakan dengan darwis.
diIran beliau mendirikan tempat peribadatan untuk murid-muridnya yang dinakan
dengan Khanaqah. dan kemudian muncullah berbagai Thariqah-Thariqah yang
berkembang keIraq.
Untuk mendapatkan tingkatan Thariqah tersebut
kami sudah menjelaskannya didepan, yaitu bersifat Waro’ serta Riyadhoh.
Waro’ ialah berusaha untuk tidak
melakukan hal-hal yang bersifat syubhat (sesuatu yang diragukan halal
haramnya). Bersikap wara’ adalah suatu pilihan bagi ahli thariqat. Menurut imam
al-Ghozali sendiri waro’ ialah Tingkat yang tertinggi adalah wara’ush
shiddiqqin (wara’ orang-orang yang jujur). Yakni menghindari sesuatu
walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya hal-hal yang mubah yang terasa
syubhat.
Sedangkan riyadhoh
tersendir ialah melatih diri. Umpamanya riyadlah
mengendalikan keinginan yang mubah, seperti puasa makan, minum, tidur, menahan
lapar seperti puasa, sunnat atau meninggalkan hal-hal yang kurang berguna bagi
kemantapan dan konsentrasi jiwa kaum sufi.
C. Haqiqat
وَحَقِيْقَةُ لَوُصُوْلَهُ لِلْمُقْصِدِ# وَمُشَاهَدٌ نُوْرُ التَّجَلِّى بِانْجَلَى
Haqiqat adalah akhir
perjalanan mencapai tujuan
Menyaksikan cahaya nan
gemerlapan
Dari ma’rifatullah yang
penuh harapan
Secara epostimologi Haqiqah ialah nyata, yang
benar, yang jelas. Sesuatu akan diketahui hakikatnya ketika telah menunjukkan
kepastiannya.
Secara temonologi Haqiqah ialahsampainya
seorang sufi yang menempuh jalan (Thariqah) pada tujuannya, yaitu mengenal
Allah. Dan menyaksikan cahaya penampakan Allah Yang melekat didalam hatinya
dengan menyaksikan kekuasaan dan kebesarannya.[9]
Untuk menempuh jalan
menuju akhirat haqiqat adalah tonggak terakhir. Dalam haqiqat itulah manusia
yang mencari dapat menemukan ma’rifatullah. Ia menemukan hakikat yang
tajalli dari kebesaran Allah Penguasa langit dan bumi.
Menurut Imam
al-Ghazali, Tajalli adalah rahasia Allah berupa cahaya yang mampu membuka
seluruh rahasia dan ilmu. Tajalli akan membuka rahasia yang tidak dapat
dipandang oleh mata kepala. Mata hati manusia menjadi terang, sehingga dapat
memandang dengan jelas semua yang tertutup rapat dari penglihatan lahiriah
manusia.
Al-Qusyairi membedakan antara syariat dan
haqiqat sebagai berikut: Haqiqat adalah penyaksian manusia tentang
rahasia-rahasia ketuhanan dengan mata hatinya. Syari’at adalah kepastian
hukum dalam ubudiyah, sebagai kewajiban hamba kepada Al-Khaliq[10].
Syariat ditunjukkan dalam bentuk kaifiyah lahiriyah antara manusia
dengan Allah SWT.
Sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa, perumpamaan syariat adalah ibarat kepala, thariqat ibarat
lautan, dan haqiqat ibarat mutiara.
Seperti pada bunyi syair
من
رام درا للسفينة يركب # ومشاهد نور التجلي بانجلي
“Barangsiapa yang ingin
mendapatkan mutiara di dalam lautan, maka ia harus mengarungi lautan dengan
menumpang kapal (ilmu syariat), kemudian ia harus pula menyelam untuk
mendapatkan perbendaharaan yang berada di kedalaman laut, yakni bernama mutiara
(ilmu haqiqat)”.[11]
Para penuntut ilmu tasawuf
tidak akan mencapai kehidupan yang hakiki, kecuali telah menempuh tingkatan
hidup ruhani yang tiga tersebut. Menuju kesempurnaan hidup ruhani dan jasmani
yang hakiki menuju hidup akhirat yang sempurna, tiga jalan itu hendaklah ditempuh
bersama-sama dan bertahap. Tingkatan ini diberikan langsung oleh allah pada
hambanya, sebagai kemuliaan bagi mereka yang dnegan ini mereka bisa sampai pada
kebajikan serta ketaatan. Hakqiqah tidak
dapat ditempuh selama syariat dan Thariqah masih belum sempuna.
D. Ma’rifat
Secara epistimologi Ma’rifah berasal dari
bahasa arab yaitu معرفة yang artinya sama
dengan علم yaitu pengetahuan yang mantap. [12]
Namun perbedaannya kalau علم hanya pengetahuan,
kalau عرف mengatahui isi hati.
Secar termonologi Ma’rifah ialah mengerti dan
memahami nama-nama Allah. Dan sifat-sifatnya dan seantiasa berkoneksi dengannya
dalam kondisi apapun baik sirri atau tidak serta kembali kepadanya dalam
segala sesuatu dan membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela.[13]
Para ulama tasawuf dan
kaum shufiyah menempuh beberapa cara untuk mencapai tingkat tertinggi dalam
shufiyah, atau ma’rifatullah. Untuk mencapai ma’rifatullah ini setiap penuntut
shufiyah menempuh jalan yang tidak sama. Ma’rifat adalah tingkat telah mencapai
thariqat al-haqiqah.
Akan tetapi tidak berarti
thariqat menuju ma’rifatullah itu harus secara khusyusiah, lalu menempatkan
diri hanya dalma ibdaah batiniyah belaka. Akan tetapi untuk mencapai tingkat
thariqat ma’rifatullah itu, para penuntut dapat juga mencapai melalui berguru
langsung dengan para syaikh yang mursyid.
Para syaikh yang mursyid,
biasanya suka memberi pelajaran dan pendidikan kepada masyarakat untuk
memberikan petunjuk kaifiyah ibadah dan tauhid uluhiyah yang
bersih dan uswah hasanah Nabi SAW.
Ma’rifat terukur dengan
kaasingan dirinya, apabila dia merasa atau menyadari bahwa wujud dirinya ada
secara ril maka diia terhijab dengan allah dan tidak mngkin sampai pada
tingkatan tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika sudah tidah meyakini wujud dari
dirinya maka dia semakin dekat dengan Allah dan sangat mudah untuk mencapai
tingkatan tersebut.
Ada ulama yang berpendapat bahwa:
المعرفة
هي شهوده في الحيرة وفنائه في هيبته
“Artinya: Ma’rifah adalah kehadiran seorang hamba dalam
ketercengangan (ketidak Sadaran diri), dan
sirnanya dalam sifat agungnya Allah.”
Kondisi yang
disebutkan oleh ulama tersebut menunjukkan bahwa seorang hamba mengalami kesornaan
diri dikernakan keagungan yang dimiliki oleh Allah. Keadaan yang demikian
pernah dialami oleh nabi musa yang disebutkan dalam al-Qur’an Surah al-A’raf
ayat 143. Namun dalam ayt tersebut timbullah beberapa pendapat par Mufassirin.
Ada yang mengatakan bahwa nai Musa milihat keagungan Allah, sedangkan menurt
pendapat yang lain mengatakan behwa nabi Musa bukan hanya melihat kebesaran dan
keagungannya melainkan juga meliha sinart Allah. Dari berbagai kontradiksi
tersebut tetap tidak menyalahi aturan yaitu, Dzat Allah tidak akan terlihat.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Definisi syariah tersendiri secara etimologi
ialah jalan, peraturan, undang-undang tentang suatu perbuatan. Kata syariah
berasal dari kata شرع (pedoman).
Sedangkan syariah secara termonologi ialah
undang-undang yang dibuat oleh allah yang tegakatas dasar iman dan islam
2.
Secara etimologi thariqat mengambil dari bahasa
arab “طريقة "
dari fi’il Madi يطرق طرق طرق yang artinya elewati
suatu jalan
Secara termonologi thoriqah adalah:
الطريقة
هي العمل بالشريعة والاخذ بعزائمها والبعد عن التسهل فيما لاينبغي التسهل فيه
“Artinya: Thoriqah adalah pengamalan syariah secara
serius mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap
mempermudah memmang seharusnya tidak diperolehkan
3.
Secara epostimologi Haqiqah ialah nyata, yang
benar, yang jelas. Sesuatu akan diketahui hakikatnya ketika telah menunjukkan
kepastiannya.
Secara temonologi Haqiqah ialahsampainya
seorang sufi yang menempuh jalan (Thariqah) pada tujuannya, yaitu mengenal
Allah. Dan menyaksikan cahaya penampakan Allah Yang melekat didalam hatinya
dengan menyaksikan kekuasaan dan kebesarannya.
4.
Secara epistimologi Ma’rifah berasal dari
bahasa arab yaitu معرفة yang artinya sama
dengan علم yaitu pengetahuan yang mantap. [14]
Namun perbedaannya kalau علم hanya pengetahuan,
kalau عرف mengatahui isi hati.
Secar termonologi Ma’rifah ialah mengerti dan
memahami nama-nama Allah. Dan sifat-sifatnya dan seantiasa berkoneksi dengannya
dalam kondisi apapun baik sirri atau tidak serta kembali kepadanya dalam
segala sesuatu dan membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad Syekh Kamsyakhanawi, Jami’il
Usul
2.
Dr. H. Tualeka Hamzah Zn.,
M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011)
3.
Abi Bakar, kifayatul
atqiyak (maktabah Syamilah)
[1]
Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 9
[3]
Dr. H. Hamzah Tualeka Zn., M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011)
halaman 275
[4]
Ibid halaman 275
[5]
Ibid halaman 280
[6]
Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 10
[7]
Ibid halaman 280
[8]
Ibid halaman 281
[9]
Ibid halaman 289
[10]
Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 11
[11]
Abi Bakar, kifayatul atqiyak (maktabah Syamilah) halaman 11
[12]
Syekh Ahmad Kamsyakhanawi, Jami’il Usul. Halaman 229
[13]
Dr. H. Hamzah Tualeka Zn., M. Ag, Akhlak Tasawuf (Surabaya : 2011)
halaman 292
[14]
Syekh Ahmad Kamsyakhanawi, Jami’il Usul. Halaman 229
0 komentar:
Post a Comment