BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sebagai seorang muslim tentunya kita
harus mencintai Rasulullah dan mengikuti sunnahnya,karena beliau
merupakan utusan Allah SWT.Terkait dengan sunnah,sebagian orang sering
mengatakan bahwa sunnah sama dengan Hadits.Padahal antara sunnah dengan Hadits
tidaklah sama pengertiannya.Hadits dapat dikatakan sebagai sunnah nabi yang di
bukukan.Terkait dengan hal tersebut,sekarang ini banyak timbulnya hadits
maudhu’ (hadits palsu).Padahal dalam sabda nabi Muhammad :”Siapa berdusta atas
namaku,bersiap-siaplah ia untuk tinggal ke neraka” pernyataan tersebut
mempunyai pengertian bahwa kedustaan yang dimaksud bisa berbentuk membuat
kepalsuan yang disandarkan kepada nabi Muhammad atau yang lainnya.Dengan adanya
pemalsuan hadits ini,maka para tokoh hadits harus lebih cermat dalam menetapkan
sutu hadits.
Dalam makalah ini,akan dibahas tentang Hadits Maudhu’ yang secara rinci sehingga dapat memudahkan pembaca dalam mempelajarinya.
Dalam makalah ini,akan dibahas tentang Hadits Maudhu’ yang secara rinci sehingga dapat memudahkan pembaca dalam mempelajarinya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Hadits Maudhu’?
2.
Bagaimana sejarah munculnya Hadits maudhu’ ?
3.
Apakah faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’ ?
4.
Bagaimana tanda-tanda Hadits Maudhu’?
5.
Apakah Kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’?
6.
Siapakah tokoh-tokoh yang membuat Hadits Maudhu’ ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian Hadits Maudhu’.
2.
Mengetahui sejarah munculnya Hadits Maudhu’.
3.
Mengetahui faktor munculnya Hadits Maudhu’.
4.
Mengetahui tanda-tanda Hadits Maudhu’.
5.
Mengetahui kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’.
6.
Mengetahui tokoh-tokoh yang membuat Hadits Maudhu’.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemngertian Hadits Maudu’
Hadits maudhu’
ialah :
الموضوع
هو مانسب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم اختلاقا وكذبا مما لم يقله أو يفعله أو
يقره.
Hadits maudhu’
ialah apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW dibuat secara dusta
apa-apa yang tidak dikatakan. Tidak diperbuat dan tidak ditaqrirkan Rasulullah
SAW.[1][1]
Banyak sekali
kata-kata hikmah, kata-kata mutiara dari para sahabat yang dinisbahkan kepada
Rasulullah SAW oleh para pemalsu hadits. Dan banyak pula kata-kata mutiara yang
mereka ciptakan dan mereka rangkai sendiri yang kemudian disandarkan kepada
Rasulullah SAW, dikatakan bahwa itu adalah hadits Nabi, atau perbuatan Nabi
ataupun taqrir Nabi.
Para ulama
sepakat bahwa tidak halal meriwayatkan hadits maudhu’ ini bagi orang yang mengetahui
keadaannya apapun misi yang diemban kecuali disertai dengan penjelasan tentang
kemaudhu’an (kepalsuan) hadits tersebut.
Rasulullah SAW
memberikan peringatan bagi para pemalsu hadits dengan sabda beliau :
من حدث عنى
بحديث يرى انه كذب فهو احد الكاذبين
Barangsiapa
meriwayatkan suatu hadits dariku yang ia ketahui bahwa hadits itu dusta, maka
ia adalah salah seorang pendusta.[2][2]
Dr. Muhammad
Alawi Al-Maliki mengatakan bahwa hadits maudhu’ itu ada beberapa macam, yaitu :
1.
Seseorang
mengatakan sesuatu yang sebenarnya keluar dari dirinya sendiri, kemudian dia
meriwayatkannya dengan menghubungkannya dengan Rasulullah SAW.
2.
Seseorang
mengambil perkataan dari sebagian ahli fiqih atau lainnya kepada dia
menghubungkannya kepada Nabi SAW.
3.
Seseorang
melakukan kesalahan dalam meriwayatkan suatu hadits dengan tidak ada unsur
kesengajaan mendustakan kepada Nabi SAW sehingga riwayatnya itu menjadi maudhu’
seperti epristiwa yang terjadi pada Habib bun Musa al-Zahid dalam hadits :
من كثرت صلاته حسن وجهه بالنهار
“Barangsiapa
banyak shalatnya di malam hari wajahnya indah berseri di siang hari”.
Seseorang
melakukan kesalahan dalam memberi hukum maudhu’
terhadap suatu hadits secara terbatas, tetapi sebenarnya riwayat itu shahih
dari selain Nabi, yang adakalanya dari sahabat, tabi’in atau dari orang-orang
yang datang sesudahnya sehingga orang yang melakukannya memperoleh teguran
salah atau keliru dalam menganggap hadits itu marfu’. Akan tetapi jika
seseorang itu memasukkan riwayat yang demikian ke dalam klasifikasi hadits maudhu’,
maka dia adalah salah, sebab ada perbedaan antara hadits maudhu’ dengan hadits
mauquf.[3][3]
B.
Sejarah munculnya Hadits maudhu’
Selama umat
Islam bersatu di bawah kepemimpinan Khulafaurrasyidin hadits Nabi
senantiasa selalu bersih, tidak terjamah oleh kedustaan, tidak mengalami
perubahan-perubahan bahkan tidak mengalami pemalsuan-pemalsuan. Namun, kondisi
seperti ini kemudian berubah setelah terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa
golongan, sehingga dengan mudah dimasuki oleh para penganut Machiavelis dan
kaum ambisius.
Peristiwa yang
sepanjang sejarah umat Islam takkan pernah terlupakan adalah peristiwa berdarah
dengan terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan sebagai syahid oleh para
pemberontak yang terjadi pada abad pertama Hijriah. Peristiwa yang sungguh
memilukan ini menimbulkan kegoncangan yang dahsyat dan berpengaruh besar
terhadap dunia Islam dan meninggalkan akibat-akibat buruk dengan terpecahnya
umat dan dampaknya terus berlanjut sampai sekarang.
Kemudian
setelah peristiwa itu, umat islam kembali bersatu di bawah kepemimpinan
khalifah Ali bin Abi Thalib, tentu saja kejadian sebelumnya itu tidak mungkin
dapat dipulihkan seperti asalnya, stabilitas pemerintahan mulai kacau. Barisan
umat Islam mbenar-benar terpecah, tercermin dengan terbentuknya 2 kekuatan
militer, yaitu kelompok militer Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang
didukung oleh penduduk Hijaz dan Irak, dan kelompok militer Muawiyah, Gubernur
Syam, yang didukung oleh mayoritas penduduk Syam dan Mesir.[4][5]
Ketegangan itu
mengkristal dengan timbulnya Perang Shiffin yang selanjutnya berakhir
dengan adanya tahkim (arbitrase) antara pihak Ali dengan pihak Muawiyah.
Sikap Sayyidina Ali yang menerima tipu daya Amr bin Al Ash seorang utusan dari
pihak Muawiyah dalam peristiwa tahkim itu banyak tidak disetujui oleh
tentaranya, walaupun beliau sendiri dalam keadaan terpaksa menyetujui tahkim
tersebut. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang sedang terjadi waktu itu
tidak dapat diselesaikan dengan tahkim tetapi hanya dapat diselesaikan
dengan hukum Allah yaitu harus kembali kepada aturan-aturan Al-Qur’an. La
hukma illa lillah atau la hukma illa Allah, itulah yang kemudian
menjadi semboyan mereka. Mereka memandang bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib
telah melakukan kesalahan hingga mereka meninggalkan barisannya. Dan kelompok
inilah yang kemudian dalam sejarah perkembangan Islam dikenal dengan nama
kelompok Khawarij (orang yang keluar dan memisahkan diri).[5][6]
Pertikaian demi
pertikaian senantiasa selalu mewarnai pemerintahan Ali, sepanjang
pemerintahannya Ali banyak melakukan peperangan berdarah melawan kaum
pemberontak (Khawarij) itu. Khawrij terdiri atas orang-orang yang sangat kuat,
mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam menggoyahkan kursi-kursi Khalifah
bani Umayah.
Setelah
Khalifah Ali ra. terbunuh secara syahid, maka sebagian kelompok Syi’ah
(pendukung Ali) menuntut hak mereka untuk menduduki kursi kekhalifahan.
Selanjtnya
lahirlah partai-partai atau aliran-aliran yang berbasis agama. Setiap kelompok
membuat argumen-argumen dalam rangka pembenaran dengan menopangnya dengan
Al-Qur’an dan As Sunnah.
Seiring
berjalannya waktu, gerakan pemalsuan hadits berlangsung dengan hebatnya, maka
bercampurlah antara hadits yang shahih dengan hadits yang maudhu’. Muncullah hadits-hadits palsu tentang
kelebihan-kelebihan 4 khalifah, kelebihan-kelebihan kelompok,
kelebihan-kelebihan ketua-ketua partai, bahkan muncul pula hadits-hadits yang
secara tegas mendukung aliran-aliran politik dan kelompok-kelompok agama
tertentu.
Hadits-hadits
palsu muncul dan menyebar bersamaan dengan munculnya aliran-aliran tersebut.
Para pembuat hadits palsu membuat hadits-hadits untuk menyerang lawan mereka,
bahkan lebih dari itu, hadits-hadits palsu itu berbicara tentang seluruh aspek
kehidupan, baik yang khusus sampai yang umum, misalnya berbicara tentang
praktik ibadah, muamalah, makanan, tata krama, sifat, zuhud, kedokteran,
penyakit, pemberontakan, kewarisan bahkan sampai masalah kepemimpinan, sesuai
dengan kebutuhan dan situasinya.
Hadits-hadits
palsu ini banyak muncul di Irak, tempat munculnya sebagian besar pemberontakan.
Maka dengan itu Irak dikenal dengan wilayah pemalsuan hadits sehingga disebut Darul
Dharb (Rumah percetakan). Penduduk Madinah bersikap hati-hati terhadap
hadits-hadits yang bersumber dari penduduk Irak. Imam Malik berkata:
“Perlakukanlah hadits-hadits yang bersumber dari penduduk Irak seperti
berita-berita yang bersumber dari Ahlul Kitab. Jangan engkau membenarkan dan
jangan pula engkau mendustakan mereka.”
Ibnu Syihab
berkata : “dari kami keluar hadits sepanjang satu jengkal kemudian hadits itu
setelah sampai di Irak menjadi sepanjang lengan[6][7]
C.
faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’
Sebab-sebab
yang terjadiya pemalsuan hadits kalau kita lihat ada 2 macam, pertama, faktor-faktor
perorangan yang mempunyai kepentingan tertentu, kedua, faktor kelompok
dan sosial.
Dr. Muhammad
Alawi Al Maliki menguraikan, adapun faktor-faktor seseorang membuat hadits
palsu adalah :
1.
Untuk
mempertahankan kepantingan pribadinya, hadits palsu
dibuat sebagai argumentasi guna menolong dan menegakkan faham alirannya semata,
seperti yang dilakukan golongan khaththabiyah dari aliran Rafidhah. Hadits-hadits
palsu mereka buat untuk mengembangkan bid’ah-bid’ah yang mereka buat.
2.
Untuk mendekatkan
diri kepada raja-raja atau pejabat. Dengan membuat
hadits-hadits maudhu’ yang cocok dengan program dan tujuan mereka.
3.
Untuk mencari
rezki / pekerjaan. Ini seperti yang banyak dibuat oleh
tukang-tukang cerita sebagai profesinya dalam mengais rezki. Mereka itu seperti
Abu Said Al-Madini.
4.
Untuk
menegakkan dan membela pendapat. Walaupun pendapat itu salah, tidak ada dalil
sunnah, mereka kemudian membuat hadits-hadits maudhu’ dalam rangka pembenaran
pendapat mereka itu. Ini seperti yang dilakukan oleh al Khaththab bin Dihyah
dan Abdu al Aziz bin Haris al Hanbali.
5.
Untuk menarik
simpati orang dalam perbuatan-perbuatan baik. Kebanyakan
orang-orang yang bertujuan demikian adalah orang-orang yang menamakan dirinya
zuhud. Tindakan ini sangat besar bahayanya, karena tindakan yang mereka lakukan
ini mereka anggap untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
6.
Untuk mendidik
anak-anak melalui hadits-hadits maudhu’ dan mengajarkannya kepada mereka. Akibatnya
mereka percaya dan akan meriwatkan hadits-hadits itu.[7][8]
Secara
global,sebab-sebab terjadinya pemalsuan hadits dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1.
Partai-Partai
Politik
Partai yang pertama kalimuncul setelah
terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan adalah Syi’ah (partai pendukung Ali) dan
partai Mu’awiyah, dan setelah perang shiffin muncul Khawarij.
Partai politik yang banyak membuat
hadits-hadits palsu untuk kepentingan golongan adalah : syi’ah dan Rafidlah.
Golongan Syi’ah membuat hadits-hadits mengenai
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a, yaitu: mengenai keutamaanya dan keutamaan
ahl bait. Mereka juga membuat hadits-hadits yang mencela dan memburuk-burukkan
para sahabat,khususnya Abu Bakar dan Umar.
Menurut penerangan Al Khalily dalam kitab al
Irsyad fi ‘Ulamail Bilad, para Rafidlah telah membuat hadits palsu mengenai
keutamaan Ali dan ahl bait sejumlah 300.000 hadits.
Di antara hadits-hadits yang dibuat oleh
golongan Syi’ah adalah :
من أراد أن ينظر
إلى ادم فى علمه وإلى نوح فى تقواه وإلى إبراهيم فى حلمه وإلى موسى فى هيبته وإلى
عيسى فى عبادته فلينظر إلى علي.
Artinya :
Barangsiapa yang ingin melihat kepada Adam
tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat kepada Nuh tentang ketakwaannya,
ingin melihat kepada Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat kepada
Musa tentang kehebatannya, ingin melihat kepada ‘Isa tentang ibadatnya, maka
hendaklah ia melihat kepada Ali.
Adalagi hadits palsu yang lain menyerukan agar
membunuh lawan politik Ali yakni :
من رأيتم معاوية
فاقتلوه
Apabila kamu lihat Mu’awiyah atas mimbarku,
maka bunuhlah. Kemudian, untuk
mengimbangi tindakan-tindakan kaum Syi’ah tersebut, golongan jumhur yang
dungu-dungu juga membuat hadits palsu, yakni :
مافى الجنة شجرة
إلا مكتوب على كل ورقة منها : لاإله إلا الله محمد رسول الله, ابو بكر الصديق, عمر
الفاروق, عثمان ذو النورين.
Tak ada sesuatu pohon dalam syurga,melanikan
tertulis pada tiap-tiap daunnya: la ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, Abu
Bakar Ash Shidiq, Umar al Faruq dan Utsman Dzunnurain.
Dalam hadits palsu ini terlihat jelas bahwa
mereka mengatakan bahwa Ali tidak akan masuk syurga, yang masuk syurga hanyalah
khalifah sebelum dia saja.
Lain lagi dengan golongan yang fanatik terhadap
Mu’awiyah,merke juga membuat hadit tentang keutamannya, yakni :
الأمناء ثلاثة:
أنا وجبريل و معاوي
Orang yang kepercayaan hanya 3 orang saja,
Saya, Jibril dan Mu’awiyah.
Sedangkan golongan yang fanatik terhadap
dinasti Abbasiyyah mendakwa bahwa Nabi SAW berkata :
العباس وصيي
ووارثي
Abbas itu orang yang memelihara (menggurus)
wasiatku dan orang-orang yang mengambil pusaka daripadaku.[8][9]
2.
Musuh-Musuh
Islam (orang-orang zindiq / ateis)
Pasukan Islam berhasil mengalahkan 2 kekuasaan,
yakni Kisra dan Kaisar. Mereka juga berhasil menggulingkan tahta para raja dan
amir yang berkuasa atas bangsa-bangsa dengan penindasan, pembunuhan, dan
perbudakan.
Di dalam struktur pemerintahan para raja dan
gubernur itu ada terdapat oknum-oknum yang senantiasa mencari keuntungan,
mereka menempuh berbagai cara untuk menindas rakyat.
Ketika Islam tersebar, ia mampu mententramkan
hati bangsa-bangsa. Tentu saja hal ini dianggap berbahaya oleh oknum-oknum
pencari keuntungan tadi, mereka kehilangan keuntungan yang selama ini mereka
peroleh dengan memeras rakyat.
Setelah kuam Muslimn berkuasa, maka kekuasaan
mereka roboh. Mereka tidak mampu melawan kaum Muslimin dengan pedang, lalu
diambillah cara lain yaitu dengan menjauhkan diri kaum Muslimin dari akidah
Islam dengan cara menciptakan kebatilan dan berdusta atas nama Rasulullah SAW.
Di antara hadits palsu yang mereka buat untuk
menjauhkan akidah umat islam dari akidah yang benar adalah :
قيل : يارسول
الله مم ربنا ؟ قال : من ماء مرور, لامن أرض ولا سماء, خلق خيلا فأجلراها, فعرقت,
فخلق نفسه من ذلك العرق.
Ditanyakan: “Wahai rasulullah ! Terbuat dari
apakah Tuhan kita ? Rasulullah SAW menjawab, dari air yang berlalu (tidak
diam), tidak dari bumi, dan tidak (pula) dari langit. Dia menciptakan seekor
kuda kemudian Dia menjalankan kuda itu maka berkeringatlah kuda itu. Kemudian
Dia menciptakan diri-Nya dari keringat kuda itu.[9][10]
Itulah salah satu contoh dari hadits palsu yang
dibuat oleh kaum zindiq guna menghancurkan akidah umat Islam. Karena apabila
akidah telah hancur, maka yang lainnya pun akan segera hancur juga. Namun,
hadits-hadits palsu seperti itu dapat dengan mudah diketahui oleh para ulama
hadits, karena isinya tidak sesuai dengan pokok-pokok ajaran agama Islam yang
mengEsakan Allah SWT.
3.
Diskriminasi
Etnis dan Fanatisme Kabilah,Negara dan Imam
Dalam menjalankan pemerintahannya, Dinasti
Umayyah secara khusus mengandalkan etnis Arab. Sebagian mereka bersikap fanatik
terhadap “kebangsaan” Arab dan bahasa Arab. Pandangan sebagain muslim golongan
Arab kepada muslim non Arab tidak sesuai dengan jiwa agama Islam yang
mengajarkan bahwa derajat manusia itu sama, yang membedakan hanyalah
ketakwaanya saja. Diskriminasi Ini dirasakan oleh kaum mawalli (orang
muslim non Arab).
Mereka berupaya untuk mendapatkan persamaan hak
antara kaum muslimin non Arab dengan kaum muslimin etnis Arab, salah satunya
dengan memanfaatkan sebagian besar gerakan pemberontakan untuk mewujudkan
keinginannya itu.
Faktor inilah yang juga merupakan salah satu
alasan yang mendorong mereka untuk membuat hadits-hadits palsu, di antaranya adalah
sebagai berikut :
إن كلام الذين
حول العرش بالفارسية وإن الله إذا أوحى أمرا فيه أوحاه بالفارسية وإذا أوحى أمرا
فيه شدة أوحاه بالعربية.
Sesungguhnya pembicaraan orang-orang yang
berada di sekitar Arsy adalah dengan bahasa Persia, dan sesungguhnya jika Allah
mewahyukan sesuatu yang lunak (menggembirakan) maka Allah mewahyukannya dengan
bahasa Persia, dan jika Dia mewahyukan sesuatu yang keras (ancaman) maka Dia
mewahyukan dengan bahasa Arab.
Sebagai balasan, etnis lain juga membuat hadits
palsu, yakni :
أبغض الكلام إلى
الله الفارسية وكلام الشياطين الخوزية وكلام أهل النار البخارية وكلام أهل الجنة
العربية.
Bahasa yang paling dibenci oleh Allah adalah
bahasa Persia, bahasa Setan adalah bahasa Khauzi, bahasa penghuni neraka adalah
bahasa Bukhara, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab.
Selain hadits-hadits palsu tentang etnis,
kabilah, dan bahasa di atas juga ada hadits-hadits palsu tentang kelebihan
suatu negara, yakni :
أربع مدائن من
مدن الجنة فى الدنيا : مكة والمدينة وبيت المقدس ودمشق.
4.
Para Pendongeng
(Pembuat Cerita Fiktif)
Pada masa-masa akhir pemerintahan
Khulafaurrasyidin muncul kelompok-kelompok pendongeng dan penasehat yang
jumlahnya terus bertambah pada masa-masa selanjutnya di masjid-masjid kekuasaan
Islam. Sebagian dari pendongeng itu mengumpulkan banyak orang kemudian membuat
hadits untuk menggugah perasaan mereka dengan berdusta mengatasnamakan
Rasulullah SAW.
Di antara hadits yang dipalsukan oleh para
pendongeng itu adalah :
Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pohon
yang dari bagian atasnya keluar pakaian-pakaian dan dari bagian bawahnya keluar
seekor kuda belang (yang etrbuat) dari emas, berpelana dan dikekang dengan
permata dan batu mulia. Kuda itu tidak berak dan tidak kencing dan mempunyai
banyak sayap. Kemudian, para wali Allah duduk di atsnya dan membawa mereka
terbang ke mana saja yang mereka kehendaki.[11][12]
5.
Mencintai
kebaikan tapi Bodoh tentang Agama
Pada masa itu mereka melihat orang-orang sibuk
mengurusi urusan duniawi saja tanpa memperdulikan kehidupan akhirat. Maka untuk
menyadarkan manusia mereka memalsukan hadits-hadits tentang tarhib (ancaman
bagi perbuatn buruk) dan targhib (motivasi untuk berbuat baik) dengan
semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
Walaupun tujuan mereka baik, yaitu untuk
menyadarkan manusia, namun cara yang mereka lakukan itu sangatlah tidak sesuai
dengan ajaran Islam, terlebih lagi Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang
isinya menyatakan larangan mendustakan beliau dengan ancaman ia akan disiksa
dalam neraka.
Di antara yang dipalsukan oleh orang-orang
“saleh” ini adalah hadist tentang keutamaan surat-surat Al-Qur’an.[12][13]
6.
Perbedaan dalam
mazhab-Mazhab Fikih dan Ilmu Kalam (teologi)
Sebagaimana yang dilakukan oleh aliran-aliran
politik dalam memalsukan hadits guna mendukung suatu aliran tertentu, maka para
pendukung mazhab-mazhab fikih dan teologi juga berbuat demikian. Contoh hadits
palsu tentang masalah fikih :
من رفع يديه فى
الركوع فلا صلاة له
Barangsiapa mengangkat kedua tangannya sewaktu
(akan ruku’ dan bangun) dari ruku’ maka tidak sahlah shalatnya.
Contoh hadits palsu lain tentang masalah
teologi :
Semua yang ada di langit, di bumi, dan di
antara keduanya adalah makhluk (diciptakan), kecuali Allah dan Al-Qur’an.
Al-Qur’an itu adalah kalam Allah. Ia bermula dari-Nya dan akan kembali
kepada-Nya. Akan datang banyak kaum dari umatku yang berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu makhluk. Maka barangsiapa berpendapat demikian maka ia kafir
kepada Allah Yang Maha Agung dan tertalaklah isterinya sejak itu karena
tidaklah boleh perempuan mukmin menjadi isteri laki-laki kafir, kecuali
perempuan yang dinikahinya pada masa lampau.[13][14]
7.
Menjilat Para
Penguasa dan Sebab-Sebab lain
Ghiyats bin Ibrahim berdusta untuk Khalifah
al-Mahdi dalam hadits Rasulullah SAW berikut :
لا سبق إلا فى
نصل أو خف أو حافر
Tidak ada perlombaan kecuali dalam (permainan)
panah, sepatu atau kuda.
Ghiyats menambahkan “atau sayap” ketika ia
melihat al-Mahdi bermain dengan burung dara.
Al-Mahdi memerintahkan agar burung itu disembelih setelah ia memberikan
10.000 dirham kepadanya. Kemudian al-Mahdi berkata trntang Ghiyats, “Saya
bersaksi atas jejakmu. Sesungguhnya itu adalah jejak pendusta atas Rasulullah
SAW.
Contoh hadits palsu lain :
الناس أكفاء إلا
حائك أو حجام
Manusia adalah sama kecuali penenun atau
pembekam
خير تجارتكم
البز وخير أعمالكم الحرز
Artinya:
Sebaik-baik barang daganganmu adalah kain kapas
dan sebaik-baik pekerjaanmu adalah melubangi dan menjahit kulit.[14][15]
Demikianlah di antara hadits-hadits palsu yang
dibuat oleh para pemalsu hadits guna melncarkan keinginan mereka agar mendapat
perhatian dari penguasa ataupun untuk kepentingan ekonomi dan pekerjaan.
D.
tanda-tanda Hadits Maudhu’
Hadits-hadits
maudhu’ itu dapat diketahui dengan beberapa cara, di antaranya sebagaimana
diungkapakan Mahmud Thahan, yaitu :
1.
إقرار الواضع
بالوضوع . Pengakuan perawi sendiri, seperti pengakuan Abu ‘Ishmah
Nuh ibn Abi Maryam mengaku bahwa ia telah memalsukan hadits mengenai keutamaan
surat-surat Al-Qur’an
2.
مايتنزل منزلة
إقراره. Menurut sejarah mereka tidak mungkin bertemu. seperti
perawi yang meriwayatkan hadits dari seorang Syaikh yang tak pernah jumpa atau
Syaikh tersebut wafat sebelum perawi yang tadi lahir ke dunia ini, dan hadits
itu tidak dikenal kecuali dari seorang periwayat itu saja.
3.
قرينة فى الراوى. Keadaan
perawi itu sendiri. Misalnya perawi tersebut dari golongan Rafidiyah, maka
dia membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan ahl bait.
4.
قرينة فى المروي. Adanya
tanda-tanda pada matannya bahwa hadits itu palsu. Seperti hadits itu
bertentangan dengan Al-Qur’an yang ternag atau bertentangan dengan ilmu
kedokteran.[15][4] Seperti :
ولد الزنا
لايدخل الجنة إلى سبعة أبناء
Anak zina tidak masuk ke dalam surga hingga
tujuh keturunan
Hadits itu bertentangan dengan Al-Qur’an yang
menyatakan :
ولاتزر وازرة
وزر اخرى ( الانعام : 164)
Dan tiada seseorang yang bersalah memikul
kesalahan orang lain. (QS. Al-An’am: 164)
الباذنجان شفاء
من كل شيء
Buah terong itu penawar bagi segala macam
penyakit.
Tentu saja ini bertentangan dengan ilmu
kedokteran, buah terong bukanlah obat dari segala macam penyakit.
E.
Kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’
Berikut
kitab-kitab yang memuat hadis maudhu’:
1.
Tadzkiirtu Al-Maudhuu’at oleh Muhammad bin Thahir Al-Fathani
Al-Hindi (wafat tahun 986). Kitab ini terdiri dari dua macam, yaitu Tadzkiirtu
Al-Maudhuu’ati Al-kubraa, dan Tadzkiirtu Al-Maudhuu’ati Al-Sughraa.
2.
Al-Hibatu Al-Saniyyatu Wa Al-Asraru Al-Marfuu’atu, oleh Ali bin
Sulthon Al-Qaari (wafat tahun 114 H.). dia juga menyusun kitab lain mengenai
hadis maudhu’ dengan judul Al-Mashnuu’.
3.
Al-Fatwaaidu Al Majnuu’ah ,oleh Al Qodhi Muhammad bin Al Syaukani(Wafat
tahun 1250 H).
4.
Al Lu’lu’u Al Marshu’ oleh Abu Al Mahasin Muhammad bin Khalil Al
Qhaikaji (Wafat 1305).
5.
Al Baits ‘ala Al Khalas min Hawadis Al Qashash ,karya Zainuddin
Abdurrahman Al Iraqi (725-806 H).
F.
Tokoh-tokoh yang membuat Hadits Maudhu’
Di
antara para pendusta hadis yang diketahi setelah penelitian yang dilakukan oleh
para ulama ,adalah sebagai berikut:
1.
Aban bin Ja’far Al-Numaiqi, membuat 300 buah hadis yang disandarkan
kepada Abu Hanifah.
2.
Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadist disandarkan dari Malik
3.
Ahmad bin Abdullah Al Juaini,juga membuat beribu ribu hadis
kepentingan kelompok Al-karromiah
4.
Jabir bin Zaid Al Jua’ membuat tiga puluh ribu buah hadist.
5.
Nuh bin Abu Maryam ,membuat hadis mawdhu’ tentang fadhail surat
surat dalam al qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Hadits Maudhu’ merupakan hadits yang sengaja dibuat dan disandarkan
atas nabi Muhammad SAW.
2.
Hadits Maudhu’ muncul disebakan oleh perpecahan kelompok antara
kelompok Ali dengan Mu’awiyah akibat dari pertentangan politik.
3.
Hadits maudhu’ muncul karena berbagai factor diantaranya yaitu
factor politik,usaha untuk menghancurkan umat islam dan lain-lain.
4.
Hadits Maudhu’ ditandai oleh berbagai macam,yaitu baik pada sanad
dan matannya.
5.
Kitab yang memuat Hadits Maudhu’ itu banyak diantaranya Tadzkiirtu
Al-Maudhuu’at,dan lain-lain.
6.
Tokoh –tokoh pemalsu hadits itu juga banyak diantaranya Ibrahim bin
Zaid Al-Aslami,dan lain-lain.
B.
Saran
Sebagai seorang muslim tentunya kita
harus bisa membedakan antara Hadits yang soheh maupun yang asli,agar kita tidak
terjerumus pada kesesetan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, M.Yusran, Prof,1996, Ilmu
Tauhid,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
Itr, Nuruddin, 1997, Ulum
al-Hadits 2, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Khatib, Muhammad ‘Ajjaj al-, Dr
1981, As-Sunnah Qabla At Tadwin, Dar al Fikr,
_______________________, 1989, Ushul
Hadits ‘ulumuhu wa Mushtalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr.
Maliki, Muhammad Alawi Al-, 2006, Ilmu
Ushul Hadits al-Manhalu al-Lathifu fi Ushuuli al-Haditsi al-Syariifi, terjemahan
Adnan Qohar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurdin, H.M. Amin, Drs. MA, dkk,
1996, Sejarah Pemikiran Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, PT. Pustaka
Antara kerjasama dengan LSIK.
Shiddieqy, T.M. Hasbi ash, 1999, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT. Pustaka Rezki Putra.
Thahan, Mahmud, Dr, Taisir
Mushtalahul Hadits, Beirut: Dar al Fikr, t.t.
Watt, W.Montgomery Watt, 1987, Pemikiran
Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim, Jakarta: P3M
[1][1]Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul Hadits
‘ulumuhu wa Mushtalahuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1989 M / 1409 H), h. 415
[3][3]Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul
Hadits al-Manhalu al-Lathifu fi Ushuuli al-Haditsi al-Syariifi, terjemahan
Adnan Qohar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 141 – 142
[4][5]Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, As-Sunnah
Qabla At Tadwin, (dar al Fikr, 1981 M / 1401 H), Cet. 5, h. 177 – 178
[5][6]W.Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan
Filsafat Islam, terj. Umar Basalim, (Jakarta: P3M, 1987), h. 10 . lihat
M.Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1996), h. 91 – 97. Lihat Drs H.M. Amin Nurdin, MA dan Drs. Afifi Fauzi Abbas,
MA, Sejarah Pemikiran Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, (PT. Pustaka
Antara kerjasama dengan LSIK, 1996), h. XII
[7][8]Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul
Hadits al-Manhalu al-Lathifu fi Ushuuli al-Haditsi al-Syariifi,Op. Cit, h.
142 – 144
[8][9]T.M. Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Op.
Cit, h. 221 – 223. Lihat : Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, As-Sunnah Qabla At
Tadwin, Op. Cit, h. 195 – 204
[15][4]Mahmud Thahan, Taisir Mushtalahul
Hadits, (Beirut: Dar al Fikr, t.t), h. 75 – 76. Lihat : T.M. Hasbi ash
Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka
Rezki Putra, 1999), h. 213 – 215
0 komentar:
Post a Comment