BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Filsafat ilmu
atau bisa disebut dengan epistimologi . Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang
saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu
tidak terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat
keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan,
memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam,
sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seseorang filsuf
yang otentik.
Perumusan
tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu
bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia sebagai
makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran,
yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.
Filsafat
disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya
sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan filsafat
menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik sebagai makhluk individu
atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam masyarakat.
Oleh karena itu
kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu
pengetahuan, sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang
berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai
kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan
pemikiran yang filosofis.
Seseorang yang
tau berasal dari rasa ingin tahu, suatu kepastian berawal dari rasa keraguan
dann filsafat dimulai dari keduanya. Seseorang yang berfilsafat pasti mempunyai
dorongan yang kuat untuk mengetahui lebih dalam apa yang sudah ia ketahui dan
mencari tahu apa yang masih belum dia ketahui.
Sedangkan ilmu
sendiri ialah pelajaran yang selalu kita gemuli dari bangku TK sampai perguruan
tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita hars berterus terang pada diri
kita sendiri; apakah sebenarnya yang kita ketahui? Bagaimana saya bisa tahu
kalau ilmu yang saya pelajari adalah benar? Kreteria apa yang kita pakai untuk
membenarkan ketentuan secara ilmiyah? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Dari
latar belakang inilah kami akan menjelaskan filsafat yang mengkaji tentang ilmiu
dan dasar-dasar dari filsafat ilmu itu sendiri.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian filsafat ilmu?
2.
Pokok-pokok apa
sajakah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan ?
C.
Tujuan
1.
Dapat
mengetahui definisi antara ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
2.
Mengetahui
sumber, hakikat dan tujuan ilmu pengetahuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian filsafat ilmu
Cabang filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu
pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh. Filsafat ilmu sendiri ialah merupakan
bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).[1]
Kalau kita perinci, ilmu itu tidak hanya satu. Secara keseluruhan
adakalanya ilmu yang membahas tentang alam semesta dan ada yang membahas
tentang social. Namun apakah kedua ilmu ini kita bedakan? Maka jawabannya,
secara metodelogis tidak ada perbedaan antara ilmu yang membahas tentang alam
semesta dan social. Kalau secara kajian filsafat ilmu alam dan social memang
dibedakantapi keduanya mempunyai cirri-ciri keilmuan yang sama.
Sebagaimana yang telah kami jelaskan tentang definisi filsafat ilmu
diatas, yaitu kajian tentang pengetahuan yang tujuannya untuk menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Hakikat ilmu sendiri terbagi menjadi tiga, epistimologi,
aksiologi dan ontologi. Salah satu contoh yang epistimologi:
bagaimana caranya mendapatkan ilmu? Bagaimana prosedurnya? Apa yang harus
diprhatikan untuk mendapatkan kebenaran? Apa yang disebut dengan kebenaran itu
sendiri? Dll.contoh yang aksioogi: obyek apa yang harus dikaji? Wujud
hakiki dari obyek tersebut? Dll. Contoh yang ontology: untuk apa
pengetahuan ilmu digunakan? Bagaimana
kaitannya dengan nilai moral? Dll.
Dari sini kita akan menggunakan, memomok, memaksa otak kita untuk
berfikir kritis. Dalam kajian filsafat ilmu sendiri untuk mendapatkan kebenaran
harus mengetahui hakikat dari ilmu tersebut. Semua ilmu sebenarnya mempunyai
ketiga landasan diatas namun perwujudan dari ilmu tersebut yang membedakan dan
sejauh mana landasan-landasan tersebut akan berkembang dan terealisasi.
Dengan menerapkan tiga landasan-landasan tersebut dan mengetahui
jawaban dari landasan tersebut, kita akan bisa membedakan pelbagai ilmu yang
ada disekitar kita. Baik ilmu yang berkaitan dengan alam, sosil, agama, seni
dan lain-lainnya. Tanpa kita mengenal ketiga landasan tersebut maka akan adanya
kesalah fahaman antara pelbagai ilmu, seperti ilmu dikacaukan dengan seni, ilmu
dikontrofersikan dengan agama. Padahal sudah banyak orang yang berusaha
meningsari antara ilmu dan agama namun usaha tersebut tetap gagal. Mungkin
salah satu factor orang-orang tidak bisa mengintegrasi antara ilmu dan agama
dalah tidak yau hakikat dari ilmu tersebut.
B.
Dasar-dasar filsafat ilmu
dasar-dasar filsafat ilmu ada empat:
1.
Penalaran
Penalaran
ialah suatu proses berfikir dalam manarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. [2]Manusia
adalah satu-stunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Kemampuan menalar yang dimilki manusia mampu mengembangkan
pelbagai ilmu terutana ilmu pengetahuan yanag selalu terhipnotis oleh kemajuan
zaman. Manusia harus mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, yang baik
dan mana yang buruk, mana yang jelek dan yang indah. Untuk membedakan hal
tersebut manusia harus mengoperasikan otaknya untuk berfikir yang disebut denga
nalar fikir manusia.
Dialam
semesta ini yang hidup bukan hanya manusia, tapi juga ada binatang. Ketika kita
mendengar nama manusia kemudian kita mendengar binatang, maka kita akan timbul
pertanyaan. Apakah pengetahuan itu hanya dimiliki manusia? Ternyata jawabannya
tidak. Binatng juga mempunyai pengetahuan walaupun pengetahuannya hnay sebtas
untuk kelangsungan hidup. Seperti tikus kecil yang menghindari kucing karna da
ancaman besar ketika ia tidak lari. Berbeda dengan manusia yang pengetahuannya
tidak hanya sebatas pada kelngsungan hidupnya, adakalanya pengetahuan yang
bersifat budaya, seni dan lain-lain.
Pengetahuan
ini bisa dikembangkan dengan dua hal.
a)
Manusia mempunyai bahasa yang mampu berkomonikasi informasi dan
fikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
b)
Kemampuan berfikir dengan alur kerangka berfikir tertentu.
2.
Logika
Logika
secara luas dapat didefinisikan seagai pengkajian utuk berfikir secara sahih.[3]
Defenisi ini sangat tepat sekali kalau kita contohkan peda seseorang yang
mencoba untuk mencari penyebab manusia mabuk. Ada cerita yang menarik dan cocok
pada defenisi diatas. Suatu ketika ada seorang yang meneliti apa penyebab
manisia itu mabuk, karna itu dia mencampur berbagai minuman-miniman keras.
Pertama dia mencampurkan air dengan wiski luar negri stelah ia menghabiskan air
tersebut ia langsung tergeletak. Dihari berikutnya ia mencampurkan air dengan
TKW dan wiski local sambil mengisap kretek ternyata campuran tersebut juga
membuat ia mabuk. Di hari berikutnya dia menmencampurkan air denga tuak setelah
ia menghabiskan tegkannya seperti halnya pada hari pertama dan yang kedua ia
juga mabuk. Akhirnya ia menyimpilkan bahwa yang menyebabkan ia mabuk adalah
air. Secara logika kesimpulan ini dapat kita benarkan melalui pembuktian diatas
Namun apakah penelitian dapat kita katakana benar?
Perlu
kita ketahui ada bermacam-macam penarikan kesimpulannamun yang sesuai dengan
pembahasan kita sekarang ini dalam penarikan kesimpulan hanya ada dua yakni
logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif sangat erat hubungannya
dengan penarikan lesimpulan dari kasus yang sifatnya individu, nyata dan
menjadi kesimpulan secara umum. Sedangkan logika deduktif ialah cara kita
menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umumdari kasus yang bersifat
individu.
Iduktif
merupaka cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang besifat unifersal
dari berbagai kasus yang individual. Langkah awal yang harus dilakukan dalam
cara ini ialah mengungkapkan pernyataan-pernyataan yang khas kemudian
mengungkapkan pernyataan yang bersifat umum.[4]
Contohnya, kita mempunyai fakta bahwa ikan mempunyai mulut, sapi mempunyai
mulut, ayam juga mempunyai mulut begitu juga kerbau juga mempunyai mulut.
Pernyataan ini adalah langkah pertama yang menyebutkan pernyataan dari hal yang
bersifat khas pada binatang. Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa
semua binatang mempunyai mulut dan inilah pernyataan yang bersifat umum yang
ditari dari pernyataan yang khas yang dimiliki oleh binatang dan penarikan
kesimpulan dari yang khas ke yang umum disebut dengan logika induktif.
Deduktif
merupakan kebalikan dari kerangka berfikir dari penalaran induktif. [5] deduktif adalah cara menarik kesimpulan dari
yang sifatnya fundamental ke individual. Kalu kita contohkan seperti semua
makhluk adalah hewan ini pernyataan secara umum yang kemudia ditarik pada
pernyataan yang bersifat khusus. Kemudian manusia adalah satu-satunya makhluk
yang dapat berfikir, ini adalah pernyataan yang bersifat individual. Kalau kita
simpulkan dari hal yan bersifat umum yang kemudian kita tarik kepernyataan yang
bersifat individual maka menjadi: manusia adalah hewan yang dapat berfikir.
Dari pernyataan yang sifat tertentu tersebut dinamakan dengan logika deduktif
dan pola berfikir ini disebut dengan
silogismus. Silogismus sendiri terdiri dari dua pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Dalam silogismus ada pernyataan yang mendukung yang disebut dengan premis mayor
(yang bersifat umum) dan premis minor (yang bersifat khusus).penentu kebenaran
dari kesimpulan yang kita ambil dari logika deduktif tergantung dari kedua
premis yang mendukung pada logika deduktif tersebut. Seandainya pernyataan dari
salah satu premis tersebut dinyatakan salah maka kesimpulan dari logika
deduktif juga dapat kita pastikan salah.
Dengan
demikian benar salahnya suatu kesimpulan darri logika deduktif ada tiga yaitu’
kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan kebenaran pengambilan
kesimpulan.
3.
Sumber pengetahuan
Sumber
pengetahuan yang digunakan oleh logika induktif atau logika deduktif yang
kebenaranya menggunakan premis-premis bersumber pada pengetahuan yang dianggap
benar. Dalam contoh yang telah kami sebutkan dilogika baik logika induktif atau
deduktif kesimpulannya merupakan dari hal yang dianggapnya benar. Dari
pernyataan ini pasti aka nada pertanyaan yang mendasar buat kita seperti
bagaimana cara kita untuk mendapatkan kebenaran? Dan untuk menjawab pertanyaan
ini kita mempunyai dua cara untuk mendapatkan suatu kebenaran. Cara yang
pertama yaitu, mendasarkan pada rasio dan yang kedua mendasarkan pada
pengalaman.[6]
Paham rasionalis mengengkan pemahamannya dengan hal yang masuk akal. Golongan
ini disebut dengan paham rasionalisme. Sedangkan yang mengembangkan
pemahamannya melalui pengalaman disebut dengan paham empirisme.
Dalam
faham ini sebenarnya ada permasalahan dalam berfikir untuk mengetahui suatu
ide. Ketika A memberikan suatu iede dan menurut si A ide yang diungkapkan dapat
memastikan suatu kebenaran, namun menurut si B belum tentu pemikiran si A
tersebut dikatan benar bisa saja pemikiran A dan B bertentangan. Dengan adanya
sutau perbedaan dari berbagai cara berfikir maka kaum rasio lebih cendrung pada
sifat solipsistic (hanya benar dalam kerang pemikiran tertenu ) dan subyektif.
Setelah
kita mengenal kaum nasionalisme yang mendahulukan rasio yang abstrak maka kita
akan beralih pada kaum empirisme yang mendahulukan pengetahuan melalui
pengalaman yang didapatkan melalui fakta-fakta yang kongkrit. Suatu gejala
alamiyah menuruy para kaum empirisme adalah hak ynag kongkrit melalui panca
indra manusia. Contonya, suatu besi kalau dipanaskan akan bisa dipanjangkan,
mendung pertanda akan adanya hujan. Dalam pemahaman empirisme ada juga
pertanyaan yaitu tentang hakikat pengalaman. Apakh yang dinamakn dengan
pengalaman? Seberapa jauh panca indra menangkap pengalaman melalui panca indra?
Ternyata kaum empirisme menjawabnya dengan sangat meyakinkan mengenai hakikat
pengalaman.
Dalam
mendapatkan pengetahuan bukan hanya dengan menggunkan rasio dan empiris namun
ada juga intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahua yang didapat tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Sedangkan wahyu adalah pengetahuan yang
olehallah yang disampaikan pada tuhan. Pengetahuan ini disampaikan pada para
nabi-nabi yang diutusnya. Pengetahuan ini bukan hanya bersifat sekaranng atau
sebelunmnya melainkan dari penciptaan manusia sampai ia kembali kepada tuhannya
dan ditempakan pada tempat yang pantas buat manusia. Ini merupakan sumber
pengetahuan yang didasarkan pada keimanan akan hal-hal yang ghaib.
4.
Criteria kebenaran
Dalam
kteteria kebenaran setidaknya ada dua teori. Teori pertama disebut dengan teori
koherensi. Teori koherinsi secara sederhana saja kita dapat mengartikannya
yaitu, suatu pernyataan bisa dianggap benar jika pernyataan tersebut
bersifatkoheren atau konsisten dengan pernyataan sebelum-sebelumnya yang
dianggap benar[7].
Contoh, dalam mata pelajaran metemtika jika 4+2=6 jika 5+1=6 dan jika
3+3=6 secera deduktif tiga pernyataan
tersebut adalah benar. Dan akan timbul pertanyaan kenapa pernyataan diatas kita nyatakan benar? Untuk
menjawabnya kita dapat menggunakan teori koherensi ini. Sebab pernyataan dan kesimpulan
yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu
yang telah dianggap benar. Atau kita contohkan dengan bumi. Semua isi bumi akan
binasa. Dan sebuah pernyataan yang benar jika hewan adalah salah satu penghuni
bumi dan hewan akan binasa. Pernyataan tersebut dapat dianggap benar karna
pernyataan yang pertama sesuai atau konsisten dengan pernyataan yang kedua.
Teori
yang kedua adalah korespondensi. teori ini akan dianggap benar jika pernyataan
yang dikandung tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju. Conto, jika seseorang mengatakan bahwa IAI al-qolam berada diputat lor
maka pernyataann tersebut dapat dianggap benar. Sebab pernyataan tersebut
bersifat factual. Dan jika ada orang menyatakan bahwa IAI al-qulam ada di
ganjaran maka pernyataan tersebut tidak dapat dibenarkan. Karna IAI al-Qolam
ternyata ada di Putat lor. Kedua teori untuk cara berfikir ilmiah. Sedangkan
cara untuk pembuktian secara empiris dalam pengumpulan fakta-fakta maka
menggunakan teori kebenaran yang lain yang disebut dengan teori kebenaran
pragmatis.
Teori
pragmatis adalah suatu pernyataan yang diukur dengan kreteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Dalam artian suatu
pernyatan dapat dibenarkan jika pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu
berguna baagi manusia.[8]
Contohnya, dalam praktek belajar mengajar guru butuh program yang dapat
mengondusifkan suatu kelas. Seandaimnya dengan program tersebut para murid
da[at berkembang maka program tesebut dapat dibenarkan. Teori ini juga
digunakan oleh para ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiyah dalam perspektif
waktu. Karna itu Suatu penelitian suatu saat akan ada perubahan jika ada
penemuan baru dan penemuan baru tersebut dapat dibenarkan
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Filsafat ilmu adalah kajian tentang pengetahuan yang tujuannya
untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu.
B.
dasar-dasara filsafat ilmu
1.
penalaran
Penalaran
ialah suatu proses berfikir dalam manarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan
2.
logika
Logika
secara luas dapat didefinisikan seagai pengkajian utuk berfikir secara sahih
3.
sumber pengetahuan
sumber
pengetahuan menggunakan logika yang dianggap benar baik logika induktif atau
deduktif
4.
kreteria kebenaran
kreteria
kebenaran ini mengguakan teori koherensi atau korespondensi. anamun teori ini
hanya cara bagaimana berfikit ilmiayah kalau ingin membuktikan secara empiris
maka menggunakan teori pragmatis
SARAN
Adapun saran
dalam makalah yang kami tulis ini adalah marilah kita lebih memahami tentang
perubahan, pergeseran, dan pemertahanan bahasa. Terutama bagi mahasiswa
pendidkan bahasa dan sastra indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
Suriasumantari s Jujun, filsafat ilmu (Jakarta: pustaka sinar harapan 2001)
0 komentar:
Post a Comment